Thayeb Loh Angen: Karnaval Perayaan 1 Muharram di Aceh untuk Apa?

Thayeb Loh Angen: Karnaval Perayaan 1 Muharram di Aceh untuk Apa?
Peserta pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Banda Aceh, Rabu (14/10/2015), Pukul 21.00 Wib.

PM, Banda Aceh – Perayaan tahun baru 1 Muharram di Aceh dinilai belum sesuai dengan syiar yang dimasudkan Islam.  Perayaan dengan memamerkan aneka pakaian yang dimodelkan dinilai tidak berguna dalam sudut pandang manapun. Apa gunanya perayaan seperti itu, apakah Allah SWT, meridhainya?

Hal tersebut dipertanyakan Thayeb Loh Angen dalam pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Banda Aceh, Rabu (14/10/2015), Pukul 21.00 Wib bertajuk “Hijrah Kepada Allah dan Rasul-Nya”‎.

“Saya bingung tentang perayaan 1 Muharram dari tahun ke tahun, termasuk tahun 1437 Hijriah ini. Menampilkan pawai dengan model berbagai macam curak, itu masuk ke dalam hukum mana, apakah sunat, wajib, haram, makruh, ataukah mubah?” Tanya Thayeb dalam sesi tanya jawab setelah pemateri menyampaikan tausiah.

Penulis novel Aceh 2025 ini mempertanyakan, apakah manfaat dan sumber acara dari kegiatan-kegiatan tersebut. Apakah ada hadits atau nashnya. Kalau itu disebut budaya, dari mana asal budaya mempertunjukkan pakaian di Aceh.

“Apakah kegiatannya mendekatkan kita pada Allah ataukah malah menjauhkannya? Kalau karnaval pakaian seperti itu untuk memperlihatkan khas Aceh, maka tempatnya adalah di PKA (Pekan Kebudayaan Aceh), namun di PKA pun menampilkan band music rock dan lagu-lagu dangdut. Salah tempat. Kalau ingin merayakan 1 Muharam, itu harus diisi dengan ibadah,” kata Thayeb.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Syekh Zul Anshari, Lc selaku pemateri mengatakan, 1 Muharram ditetapkan sebagai penanggalan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra sehingga tidak ada nas dan dalil Al Quran tentang itu.

“Perayaan tahun baru itu dimula oleh orang Kristiani, 1 Januari. Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka” -HR. Abu Dawud. Tetapi mungkin saja perayaan 1 Muharram yang diadakan di Aceh untuk menyaingi perayaan tahun baru Masehi,” kata Pimpinan Dayah -Pasantren- Baitul Arqam Sibreh, Aceh Besar ini.

Zul Anshari mengatakan, sekarang di Aceh -yang pemerintahnya mengampanyekan syariat Islam- masih memakai penanggalan Masehi dalam semua urusan, bukan penanggalan tahun Hijriah.

“Dengan keadaan ini, maka perayaan 1 Muharram di Aceh seperti orang yang tidak puasa di bulan suci Ramadhan tetapi merayakan Hari Raya Idul Fitri. Apalagi kalau isi kegiatan dalam perayaan itu ada yang haram,” kata Syekh Zul Anshari dalam pengajian rutin yang diikuti jurnalis dari banyak media di Aceh.

[PM005]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait