Memahami Bahasa Jurnalistik

[quote]Oleh Iskandar Norman[/quote]

Artikel tentang sastra dan budaya yang masuk ke redaksi Pikiran Merdeka, selama ini masih jauh dari bahasa jurnalistik dan sastrawi. Tulisan ini semoga berguna bagi rekan-rekan yang berkeinginan terus menulis di media.

Dari puluhan naskah yang saya terima setiap pekan, sebagian besar harus dirombak total bahasanya. Merombak merupakan hal yang biasa, namun menjadi tak biasa dan agak sulit adalah mencoba untuk terus mempertahankan subtansi tulisan tersebut tanpa mencederai ide dari penulisnya.

Naskah-naskah yang masuk hampir semuanya sangat ilmiah. Hal ini wajar karena mereka yang mengirim naskahnya ke Pikiran Merdeka ini didominasi oleh kalangan kampus (mahasiswa). Mereka masih terjebak dengan bahasa akademik. Jarang yang menulis dengan ragam bahasa filosofik dan literer (sastra), apalagi menggunakan bahasa jurnalistik yang merupakan salah satu ragam bahasa kreatif.

Bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain. Bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.

Bahasa jurnalistik memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan yang akan terberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menuliskan reportase investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam penulisan features.

Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas.

Sifat-sifat khas itu penting untuk memudahkan pembaca memahami maksud dari tulisan. Membuat pembaca mau membaca secara keseluruhan tanpa merasa tersita waktunya untuk menyelesaikan bacaan tersebut. Karena itu, tulisan yang dikirim ke media haruslah singkat dengan menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
Meki singkat, tulisan juga harus padat, memberikan informasi yang lengkap dengan menerapkan ekonomi kata. Artinya, membuang setiap kata dan kalimat yang mubazir.

Tulisan untuk media juga harus menggunakan bahasa yang sederhana. Seorang penulis harus berupaya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk dan panjang, apalagi rumit dan komplek. Gunakanlah kalimat yang efektif, praktis dan tidak berlebihan (tidak bombastis).

Lalu upayakan menggunakan bahasa yang lugas, yang mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga dan mendayu, karena menulis artikel berbeda dengan menulis cerita pendek.

Agar tulisan menarik untuk dibaca, gunakanlan pilihan kata yang hidup dan hindari penggunaan kata-kata yang sudah mati. Struktur kalimat tidak menimbulkan penyimpangan atau tidak memberikan pengertian makna yang berbeda. Hal ini bisa dilakukan dengan menghindari penggunaan kata yang bermakna ganda (ambigu). Kemudian buatlah tulisan sejelas mungkin agar dapat dipahami oleh khalayak umum selaku pembaca.

Menulis untuk media juga tetap harus mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang baku. Tapi usahakan dalam menulis lebih menekankan pada daya komunikatifnya. Untuk itu, pakailah kata-kata yang benar sebagai modal dasar dalam menulis. Semakin banyak kosa kata yang dikuasai seorang penulis, maka semakin banyak pula gagasan yang dikuasai dan sanggup diungkapkannya dalam tulisan. Kadang kala untuk melakukan hal tersebut sering dihadapkan pada dua persoalan antara ketepatan dan kesesuaian kata.

Ketepatan mempersoalkan apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis dan pembaca. Sedangkan kesesuaian mempersoalkan pemakaian kata yang tidak merusak wacana.

Kemudian, agar tulisan menjadi sempurna, lagi-lagi harus menggunakan kalimat yang efektif. Kalimat yang mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan itu diterima dalam pikiran pembaca. Efektif tidaknya kalimat sangat ditentukan oleh keteraturan struktur atau pola kalimat. Selain polanya harus benar, kalimat juga harus menarik.

Pisah satu gagasan dengan gagsan yang lain dalam paragraf yang berbeda. Usahakan satu alinia untuk satu kesatuan pikiran, satu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Setidaknya satu alinia berisi satu gagasan pokok yang didukung oleh beberapa gagasan penjelas. Ini penting untuk memudahkan penegrtian dan pemahaman dengan memisahkan satu tema dengan tema yang lain.

Itulah beberapa cara yang umumnya digunakan untuk menulis di media. Semoga tulisan singkat ini tidak terlalu menggurui, dan bisa bermanfaat bagi yang tetap berkeinginan terus menulis di media.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait