PM,BANDA ACEH–Pra-Kongres Peradaban Aceh merekomendasikan agar bahasa-bahasa lokal di Aceh masuk dalam kurikulum pendidikan di sekolah seluruh Aceh. Bahasa-bahasa lokal dimaksud disesuaikan dengan daerah masing-masing.
“Ini penting agar mereka akrab dengan bahasa lokal masing-masing,” kata Mustafa Ismail, Sekretaris Panitia Kongres Peradaban Aceh, di Banda Aceh, Senin (28/9).
Ia menegaskan, kewajiban mempelajari bahasa lokal itu hanya diperuntukan bagi siswa-siswa yang berada di wilayah masing-masing sesuai dengan bahasa ibu mereka. Ia memisalkan, siswa di Gayo mempelajari bahasa Gayo, siswa di pesisir Aceh mempelajari bahasa Aceh, siswa di Aceh Tamiang mempelajari bahasa Tamiang, dan seterusnya.
“Jadi, mereka tidak diwajibkan mempelajari atau bisa menuturkan semua bahasa lokal yang ada di Aceh. Jangan sampai salah paham. Mereka hanya didorong untuk mempelajari dan mahir bahasa ibu masing-masing,” ujar wartawan Tempo itu.
Anggota Dewan Kesenian Depok (DKD), Jawa Barat, ini menambahkan, muatan lokal diterapkan secara terbatas di wilayah yang menjadi teritorial penuturan bahasa itu sendiri. Tidak belaku umum untuk semua wilayah.
Hal yang sama diutarakan Fahmi Mada, salah seorang insiator KPA 2015. Menurut Fahmi, sekolah-sekolah di jawa tidak diharuskan memasukkan muatan lokal seluruh bahasa di pulau Jawa, melainkan disesuaikan dengan daerah bahasa ibu masing-masing.
“Mereka hanya mempelajari bahasa di wilayah mereka masing-masing. Bukan semua bahasa di Jawa. Begitu juga yang direkomendasikan dalam Pra-Kongres Peradaban Aceh yang berlangsung di Hotel Grand Nanggroe, Sabtu, 26 September 2015 kemarin,” tutur pengusaha bidang farmasi yang tinggal di wilayah Tangerang Selatan, Banten, itu.
[PM004]
Belum ada komentar