Colon RI-1 Beringin

Logo Golkar
Colon RI-1 Beringin

[quote]Oleh Bisma Yadhi Putra[/quote]

PEMILU masih lama, sekitar dua tahun lagi. Namun aneka partai politik mulai mempersiapkan diri jauh-jauh hari. Yang paling panas diberitakan saat ini adalah persaingan ketat memperebutkan posisi calon presiden yang akan diusung Partai Golkar. Umumnya, banyak partai politik di Indonesia yang mengusung ketua umumnya sebagai calon presiden. Namun berbeda dengan Partai Golkar, ternyata ketua umum belum tentu menjadi calon presiden secara otomatis.

Aburizal Bakri, harus berhadapan dengan dua politisi senior sekaligus yang punya pendukung sendiri di internal Partai Golkar. Jusuf Kalla sudah menyatakan siap dan bersedia mencalonkan diri lagi. Demikian pula dengan Akbar Tandjung.

Di Amerika Serikat, calon presiden yang diusung juga bukan ketua umum partai. Bahkan bisa saja calon presiden yang diusung bukanlah orang yang berasal dari pengurus atau anggota partai. Partai politik di Amerika Serikat akan mencari dan menentukan siapa yang akan diusung sebagai calon presiden melalui primary election yang dilangsungkan di semua negara bagian.

Misalnya saja saat ini Partai Republik sedang bersiap menghadapi Pemilu yang akan berlangsung pada bulan November mendatang. Salah satu langkah awal yang ditempuh adalah melakukan pemilihan calon presiden yang akan diusung. Metodenya berbeda jauh dengan yang diterapkan oleh kebanyakan partai politik di Indonesia. Semua kader bahkan simpatisan yang ada di setiap negara bagian, ikut memilih secara langsung tokoh yang mereka dukung untuk menjadi calon presiden.

Setelah ada calon yang terpilih, yang berhasil meraup suara terbanyak saat primary election, barulah calon presiden tersebut dideklarasikan dalam konvensi. Jadi yang menentukan calon presiden yang akan diusung adalah banyak orang, bukan segelintir perwakilan daerah saja seperti yang diterapkan di Indonesia. Yang terpilih pun belum tentu ketua umum partai. Siapa ketua umum Partai Demokrat? Apakah Barack Obama? Bukan. Obama bukan ketua umum, tetapi menjadi kandidat presiden yang diusung Partai Demokrat.

Saat akan berlangsung Pemilu 2004 yang lalu, persaingan memperebutkan posisi calon presiden yang akan diusung Partai Golkan juga memanas. Saat itu, Ketua Umum Partai Golkar adalah Akbar Tandjung. Namun tidak serta merta, atau secara otomatis, Akbar Tandjung menjadi calon presiden yang diusung. Persaingan melibatkan Wiranto, Surya Paloh, Aburizal Bakri, Sri Sultan Hamengku Buwono dan Akbar Tandjung sendiri selaku Ketua Umum Partai Golkar saat itu.

Kini kejadian serupa terulang kembali. Jusuf Kalla, Aburizal Bakri dan Akbar Tandjung kembali meramaikan bursa calon presiden yang akan diusung Partai Golkar. Jusuf Kalla sudah secara terang-terangan bersedia maju kembali pada Pemilu 2014 mendatang. Aburizal Bakri selaku Ketua Umum Partai Golkar pun sepertinya tidak mau ketinggalan. Dan, sang old politician, Akbar Tandjung ternyata belum juga “menyerah”. Akbar Tandjung tampaknya masih punya sisa tenaga cadangan yang besar.

Alangkah baiknya, Partai Golkar mengambil metode seperti yang diterapkan partai politik di Amerika Serikat untuk mencari calon presiden yang akan diusung. Karena Indonesia adalah negara kesatuan, bukan federal seperti Amerika Serikat, maka primary election bisa dilangsungkan di tiap-tiap provinsi saja. Segenap anggota, pengurus atau simpatisan di berbagai provinsi ikut dilibatkan dalam menentukan calon presiden.

Mitt Romney, Newt Gingrich, Rick Santorum, dan banyak politisi lainnya, kini sedang bertarung memenangkan suara terbanyak dalam primary election yang sudah berlangsung di beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Mereka berkampanye, berpidato, memaparkan visi dan misi atau program kerja, mengkritik lawan politik atau kebijakan pemerintah dengan tujuan meraih simpati agar terpilih menjadi calon presiden yang diusung Partai Republik. Jadi calon presiden yang diusung adalah keinginan anggota, kader serta para simpatisan sendiri, bukan keinginan segelintir anggota atau elite partai.

Dengan begitu, calon presiden yang diusung adalah orang yang benar-benar didukung oleh mayoritas anggota atau simpatisan sehingga konsolidasi politik menjelang Pemilu akan lebih erat. Calon presiden juga akan lebih dekat dan terikat dengan pendukungnya. Awalnya memang ada pengkubuan di internal partai. Namun setelah ada calon yang terpilih, lalu kemudian dideklarasikan dalam konvensi, maka partai akan semakin solid.

Sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakri harus mengulang apa yang terjadi pada Akbar Tandjung beberapa tahun silam. Ia memang ketua umumnya, tapi belum tentu didukung oleh semua anggota atau simpatisan Partai Golkar untuk menjadi calon presiden. Kini Partai Golkar kembali terpecah. Solusi yang mungkin lebih baik adalah dengan mengadakan pemilihan serentak di seluruh provinsi, yang diikuti oleh seluruh anggota, pengurus atau simpatisan, untuk memilih tokoh yang akan diusung sebagai calon presiden pada Pemilu 2014 mendatang.

Memang tidak mudah untuk menyerupai model penetapan calon presiden yang ada di Amerika Serikat. Tipikal partai politik yang ada di Indonesia dengan Amerika Serikat jauh berbeda. Saling sikut antar anggota partai politik di Indonesia kerap terjadi. Ketika tidak ada angin dan tidak ada hujan saja sesama kader bisa saling sikut, apalagi kalau adanya persaingan memperebutkan posisi calon presiden, perpecahan akan semakin melebar. Namun di Amerika Serikat hal serupa juga sering terjadi. Namun tidak sampai membuat konsolidasi partai pecah. Konsekuensinya, alih-alih menyolidkan kekuatan partai lewat konvensi, justru partai akan terpecah. Untuk kasus Partai Golkar, hengkangnya Surya Paloh dari Partai Golkar barangkali bisa menjadi contoh.

Beda halnya dengan kandidat yang bertarung dalam primary election di Amerika Serikat. Yang diserang dan dikritik bukanlah kawan sendiri, namun lawan dari partai politik lain. Misalnya saja Mitt Romney yang maju dalam primary election mengkritik keras berbagai kebijakan Barack Obama yang dinilai terlalu lembek dalam menghadapi negara-negara pesaing Amerika Serikat, baik dari segi perekonomian seperti China, ataupun dari segi kekuatan militer seperti Iran.

Berat bagi Partai Golkar untuk menggunakan metode pemilihan calon presiden seperti di Amerika Serikat. Namun metode seperti itu tidak harus dipakai secara murni. Dengan berbagai eksperimen, model pemilihan calon presiden tersebut dapat dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi internal Partai Golkar. Tetapi yang paling penting adalah, semua tokoh yang menyatakan bersedia maju dalam Pemilu 2014, yakni Jusuf Kalla, Aburizal Bakri dan Akbar Tandjung, harus dipilih oleh jutaan anggota, pengurus atau simpatisan partai yang tersebar di berbagai daerah. Beranikah Partai Golkar menerapkan metode seperti itu?[*]

*Penulis adalah Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara, Angkatan II (2012).

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait