Bagi masyarakat Aceh, AKBP Untung dianggap pahlawan. Dia berani bersikap untuk membasmi LGBT di Aceh. Namun, atas nama HAM, dia justru menuai kecaman hingga terancam sanksi etik dan disiplin Polri.
“Di sini (Aceh) bukan tempat bagi LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender). AKBP Untung, kami berada di belakang anda, kami sangat mendukung tindakan anda yang membumi hanguskan LGBT di Aceh Utara. Tidak ada tempat bagi LGBT di Aceh.”
Begitulah orasi yang disuarakan saat unjuk rasa di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, seusai salat Jumat, 2 Februari 2018. Aksi ini diberi nama bela Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Surianata atau lebih dikenal Untung Sangaji. Dukungan moral itu melibatkan
sekitar 147 Ormas Islam dan OKP serta para mahasiswa.
Massa yang berjumlah ratusan orang ini mengapresiasi tindakan Untung Sangaji. Apa yang dilakukan Untung menurut mereka adalah upaya menegakkan Syariat Islam di Aceh. “Untung ada Pak Untung, untung ada Pak Untung,” teriak massa bersahutan.
“Aceh Tanah Rencong, bukan tanah bencong. LGBT itu penyakit yang harus diobati, bukan untuk dibiarkan,” teriak orator aksi yang lain.
Aksi unjuk rasa tersebut bertujuan untuk mendukung tindakan yang dilakukan oleh Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Surianata yang menertibkan 12 waria di Aceh Utara pada tanggal 27 Januari 2018.
Ekses dari penertiban tersebut, berdampak pada sikap protes yang disuarakan oleh pegiat HAM yang menyebutkan bahwa penertiban waria di Aceh Utara melanggar hak azasi manusia.
Sehingga, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian langsung memerintahkan Kapolda Aceh untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran prosedur dalam tugas pokok polri terhadap Kapolres Aceh Utara. Atas investigasi itu, ratusan massa yang berdemo tersebut menyatakan sikap kecaman terhadap pemeriksaan kepada Kapolres Aceh Utara.
“Dalam orasi pengunjuk rasa menyatakan dukungan kepada Kapolres Aceh Utara yang menangkap waria. Tindakan tersebut dianggap telah mendukung pelaksanaan syariat Islam di Aceh,” teriak orator dari perwakilan FPI Aceh.
Dalam aksi solidaritas itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf juga turut hadir di tengah-tengah kerumunan massa. Selain itu, Ketua DPR Aceh Tgk Muharudin juga turut hadir dan anggota Komisi III DPR RI Nasir Jamil.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bahkan sempat menyampaikan orasi sekira tiga menit. “Kita tidak benci terhadap gay, kita tidak benci lesbian, kita tidak benci biseksual, kita tidak benci transgender. Tapi yang kita benci adalah perilakunya, karena itu jelas bertentangan dengan hukum Islam, dan bertentangan dengan Pancasila,” kata Irwandi.
Ada lima poin penting yang disampaikan para pengunjuk rasa yang kemudian diserahkan kepada pihak Polda Aceh dalam bentuk petisi.
Di dalam petisi itu disebutkan, masyarakat Aceh menentang keberadaan kaum LGBT di Aceh. Masyarakat Aceh mendesak aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk mendukung pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Masyarakat Aceh meminta kepada Gubernur, DPR Aceh, serta DPR RI untuk membuat regulasi yang tegas terhadap penolakan kaum LGBT di Aceh.
Dalam aksi ini juga turut hadir Kabid Humas Polda Aceh Komisaris Besar Polisi Misbahul Munauwar. Dia mengatakan aparat kepolisian mendukung penegakan syariat Islam di Aceh, termasuk memberantas LGBT.
“Di dalam penegakan syariat Islam ada masing-masing leading sector yang menjalankan tugasnya, dalam hal ini penegakan perda atau Qanun seyogyanya dilakukan oleh Satpol PP WH. Tentu Polda Aceh mendukung penuh dalam semua kegiatan penertiban tersebut,” kata Misbah di depan massa.
Sementara itu, tim Propam Polda Aceh melakukan investigasi di Polres Aceh Utara tentang dugaan pelanggaran SOP dalam penertiban waria.
Sebelumnya, pada Sabtu (27/1) malam, Kepolisian Resort (Polres) Aceh Utara bekerjasama dengan Wilayatul Hisbah (WH) merazia sejumlah salon di kawasan Lhoksukon dan Lhoksukon.
“Zaman nenek moyang kita tidak ada banci di Aceh, paham? Ulama juga tidak setuju (LGBT) dan penyakit ini tambah dan tambah lagi di Aceh. Dan sangat tidak manusiawi jika banci bertambah di sini (Aceh Utara),” tegas AKBP Untung, kala itu.
Penegasan Kapolres Aceh Utara Ajun Komisari Besar Polisi (AKBP) Untung Sangaji disambut warga dengan teriakan, “Hidup Pak Untung, hidup Pak Untung.”
Razia bertajuk Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) ini bertujuan untuk memberantas dan mencegah keberadaan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di wilayah tersebut. Operasi itu dilakukan setelah polisi mendapat laporan keresahan warga terhadap aktivitas waria.
Dalam operasi itu, 12 waria dari lima salon di wilayah Lhoksukon dan Panton Labu diamankan petugas. Mereka diangkut menggunakan truk dan dibawa ke kantor polisi. Polisi memasang police line dan tak mengizinkan siapapun masuk ke salon tersebut.
“Mereka yang diamankan sebagian pekerja salon dan pengunjung,” kata Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji kepada wartawan.
Para waria itu sempat berupaya melawan saat akan diangkut petugas ke Mapolres. Sejumlah barang bukti disita polisi. Petugas juga mendapati video porno sesama jenis di ponsel mereka.
Untung menegaskan, upaya yang ia lakukan merazia salon dan mengangkut para waria karena LGBT begitu berbahaya. Penyakit ini dinilai akan berdampak buruk terhadap generasi penerus bangsa. Setelah tiba di Mapolres, para waria yang ditangkap dari lima lokasi ini dikumpulkan. Polisi mencukur rambut mereka dan juga diberi pakaian pria. Di samping itu, petugas juga membina mereka dengan cara disuruh berlari-lari kecil di halaman Mapolres.
Kemudian, disuruh bersorak sekeras-kerasnya hingga suara pria mereka keluar. Sempat beredar foto dalam kondisi telanjang dada, para waria ini di pangkas oleh petugas. Ada pula foto yang memperlihatkan para waria ini tengah disuruh berguling di halaman Mapolres.
Kapolres mengatakan, tindakan yang dilakukan pihaknya sudah mendapatkan restu dari para ulama. “Populasi waria terus bertambah yang berarti selama ini kita membiarkan saudara-saudara kita tambah rusak. Ini ancaman yang lebih jahat dari teroris, jadi mohon maaf apabila yang berhubungan dengan banci saya sikat,” tegas Untung yang pernah terlibat melawan teroris di Jl MH Thamrin, Jakarta, pada 2016 tersebut.
Para waria yang ditangkap mendapat pembinaan dari pihak Polres Aceh Utara dan Satpol PP dan WH agar mereka kembali menjadi laki-laki normal. Alhasil, kini para waria itu telah berubah menjadi lebih macho dari sebelumnya.
Proses pembinaan berlangsung selama lima hari. Selain itu, mereka diberikan ceramah rohani dan arahan dalam pembentukan karakter. Mereka juga dimintai untuk berteriak mengucapkan Pancasila dengan suara yang lantang hingga kodrat suara laki-lakinya keluar.
“Pembinaan siraman rohani keagamaan paling lama lima hari, baru kita kembalikan dan mereka kita minta untuk membuat surat pernyataan untuk tidak kembali lagi aktivitas semula dan mau menjalani kehidupan seperti manusia biasa,” tutur Untung seperti dikutip Okezone, Senin, 29 Januari lalu.
Diakuinya, tidak ada tindakan kekerasan yang diberikan kepada para waria tersebut. Mereka hanya mendapatkan sebatas pembinaan untuk mengubah pola hidup dari yang sebelumnya menjadi waria, hingga kembali menjadi laki-laki normal.
“Waktu kita suruh berteriak, suara mereka sangat bagus dan lantang. Mereka sudah kembali macho, tinggal mengubah karakter yang lain. Saya tidak mau menggunakan kekerasan, mereka sama dengan kita. Sebenarnya dia sama seperti lelaki lainnya,” sebut Untung.
DIPERIKSA PROPAM
Di saat berbagai apresiasi diberikan untuk Untung, sejumlah media nasional malah mengabarkan bahwa para waria ini telah digunduli seusai tiba di Mapolres. Hal ini memang sengaja dilakukan sebelum dilakukan pembinaan oleh polisi.
Namun, hal ini pula yang membuat kinerja Polres Aceh Utara disorot. Padahal, seperti foto yang beredar, para waria ini tak digunduli, hanya dipotong rambutnya layaknya seorang pria. Namun, berita ini kadung viral.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Mochammad Iqbal mengatakan, Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Aceh tengah melakukan investigasi internal terkait penangkapan 12 waria oleh Polres Aceh Utara. Hal ini terkait banyaknya kecaman masyarakat karena perlakuan terhadap waria tersebut dianggap tidak manusiawi.
“Kapolres sedang diperiksa oleh Propam. Intinya akan menginvestigasi apakah ada kesalahan prosedur atau tidak,” ujar Iqbal Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Iqbal mengatakan, nantinya akan dilihat apakah ada pelanggaran etik atau profesi dalam penangkapan itu. Jika terdapat kesalahan prosedur, ada mekanisme yang mengatur sanksinya. “Apabila tidak ada pelanggaran, kita akan clear-kan. Kami panggil, kami clear-kan,” kata Iqbal.
Jika terbukti, penerapan sanksi nantinya akan dipertimbangkan tergantung berat pelanggarannya. Bisa berupa teguran, demosi, hingga kurungan penjara jika sangat fatal. Penerapan sanksi sekaligus menjadi peringatan bagi anggota Polri untuk berhati-hati dalam melakukan tindakan kepolisian.
“Kalau salah ada mekanisme, ada saksinya, itu dampak pencegahan. Masuknya efek deteren itu akan menimbulkan pencegahan pada semua Satwil agar tidak terjadi kembali,” kata dia.
Pemeriksaan Untung dan jajarannya ternyata telah berjalan sejak Rabu, 31 Januari 2018. Tim Propam Polda Aceh memulai pemeriksaan itu terkait tersebarnya foto tindakan fisik terhadap waria saat penertiban yang dilakukan Polres Aceh Utara beberapa waktu lalu.
Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Misbahul Munauwar dalam konferensi pers pada Kamis (1/2) malam menjelaskan, tujuan pemeriksaan terhadap Untung hanya untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan prosedur dalam penertiban terhadap waria tersebut.
Dalam penjelasannya, Munauwar menyebutkan bahwa penertiban tersebut telah sesuai prosedur. Hanya saja paska beredar foto-foto yang menunjukkan dugaan adanya tindakan yang tidak patut dalam penertiban itu, seperti memangkas rambut dan menyuruh waria berguling-guling di rumput. Foto tersebut akhirnya viral secara nasional.
Atas dasar itu pula Kapolri memerintahkan Kapolda Aceh untuk melakukan pemeriksaan terhadap Untung. Sejak Rabu, Polda Aceh membentuk tim investigasi dan sudah turun ke Aceh Utara.
Diakuinya Munauwar, polisi dalam melakukan tindakan harus terukur dan tidak melanggar aturan yang ada. Makanya, saat ini tim investigasi sedang melakukan pendalaman terhadap dugaan tindakan aparat Polres Aceh Utara yang tidak sesuai ketentuan.
Pemeriksaan itu guna mencari adanya dugaan kesalahan prosedur oleh Untung dan anak buahnya saat penertiban. “Artinya, jika nanti ada pelanggaran yang dilakukan oleh oknum polisi, maka akan ada sanksinya berupa sanksi, baik saknsi disiplin maupun sanksi kode etik,” pungkas Munauwar
Untung sendiri tak mempersoalkan pemeriksaan dirinya oleh Propam Polda Aceh. Dia mengatakan nahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Polda Aceh untuk memastikan kebenaran terkait isu yang berkembang.
“Tindakan mereka sudah betul, memang harus seperti itu. Tidak boleh disalahkan. Itu sudah betul supaya ada pembanding antara tindakan kami dengan informasi yang beredar di luar sana. Tidak ada penyiksaan, hanya memang gunting rambut ada. Kan itu supaya banci-banci itu lebih bagus dan biar tampilannya seperti laki-laki semestinya,” tegas Untung Sangaji, Jumat 2 Februari 2018.[]
Belum ada komentar