Akhir Petualangan Asusila Sang Sekdes

Akhir Petualangan Asusila Sang Sekdes
MR (tengah) pelaku sodomi saat menjalani pemeriksaan di unit PPA Sat Reskrim Polres Abdya, Selasa (30/1). (MEDIA REALITAS/Syahrizal)

Oknum Sekdes yang juga seorang guru ngaji diduga mencabuli 19 bocah. Aksi asusila itu berakhir di balik jeruji sel polisi.

Oknum Sekdes salah satu gampong di Kecamatan Labuhan Haji Barat, berinisial MR (40), kini hanya bisa menyesali perbuatannya setelah meringkuk di sel polisi. Selama bertahun-tahun, ia tega mencabuli belasan bocah di salah satu gampong di Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya.

Aksi asusila MR terungkap pada Senin 29 Januari 2018. Ia ditangkap oleh petugas Wilayatul Hisbah (WH) di Kabupaten Abdya, setelah mendapat laporan dari para korban. Kemudian MR diserahkan ke polisi setempat guna penyidikan lebih lanjut.

Penangkapan terhadap MR sempat heboh dan menjadi perbincangan hangat amsyarakat di kabupaten dengan julukan Breuh Sigupai ini. Bagaimana tidak, aksi keji yang bisanya hanya disaksikan melalui siaran televisi dan pemberitaan media dari daerah lain, kini terjadi di daerah mereka.

Parahnya lagi, perbuatan itu dilakukan oleh perangkat gampong yang juga seorang guru mengaji.

Kasat Reskrim Polres Abdya Iptu Zulfitriadi SH saat dihubungi wartawan beberapa waktu lalu mengatakan, kasus ini mencuat setelah beberapa korban mengadukan perbuatan asusila tersebut kepada guru di salah satu sekolah di Blangpidie. “Ini terungkap dari guru,” kata Zulfitriadi.

Semula, dewan guru curiga dengan perubahan prilaku beberapa muridnya yang belakangan sering mengucapakan kata-kata kasar dan bernada jorok. Usut punya usut, ternyata murid tersebut mengaku jika mereka selama ini sering dilecehkan dan kerap mendapat perlakuan asusila dari oknum Sekdes asal Aceh Selatan.

“Guru-guru ini prihatin melihat perubahan sikap anak didiknya, lalu meminta mereka untuk terbuka dan jujur. Akhirnya, anak-anak itu mau terus terang sehingga kasus itu terungkap,” ujarnya.

Kepala sekolah dan dewan guru sangat terkejut dengan kejadian itu. Kemudian mereka melaporkannya ke Satpol PP dan WH Kabupaten Abdya. Pada Senin (29/1) malam, MR berhasil diamankan oleh petugas WH di salah satu desa, Kecamatan Blangpidie. Keesokan harinya, bapak dua anak ini diserahkan ke kepolisian setempat.

Di Mapolres Abdya, kepada penyidik MR mengakui perbuatannya. Tak tanggung, pria yang belakangan juga diketahui mengajarkan tarian kepada siswa SMP di Abdya ini mengaku telah menyodomi 19 bocah. Para korban umumnya masih duduk di bangku SD dan SMP.

“Sejauh ini sudah ada 19 orang yang mengaku menjadi korbannya. Pelaku sendiri juga sudah mengakui perbuatannya. Sejauh ini motifnya memang karena penyimpangan seksual,” kata Zulfitriadi.

Kepada penyidik, papar Iptu Zulfitriadi, MR mengaku bahwa pelecehan itu dilakukan di kebun tebu yang berjarak 50 meter dari kediaman mertuanya di Kecamatan Blangpidie. “Dia melakukannya di kebun,” tambahnya.

Korban yang menjadi sasaran adalah murid-murid binaannya yang masih duduk di bangku SD dan SMP. “Jadi yang bersangkutan ini guru ngaji juga. Para murid ngaji itulah yang menjadi mangsa MR,” terangnya.

Sebelum melancarkan aksinya, MR memulai dengan memutar film porno sesama jenis yang pertontonkan kepada korbanya. Film itu diputar melalui laptop dan handphone pintar milik tersangka. “Setelah itu, barulah disuruh praktikan oleh pelaku. Pengakuan pelaku, hal ini sudah dijalankan sejak 2016,” katanya.

Selain mengamankan pelaku, penyidik juga telah mengamankan laptop dan android yang digunakan tersangka sebagai alat bantu melakukan aksi sodomi. “Tersangka akan dijerat dengan Pasal 63 dan 47 Qanun Jinayat dengan ancaman 100 kali cambuk,” pungkasnya.

Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) mengaku terkejut atas kelakuan MR (40) yang mensodomi 19 bocah di Abdya. Apalagi, perbuatan tak senonoh itu dilakukan oleh aparat gampong yang juga guru mengaji.

“Sebagai guru ngaji, seharusnya menjadi salah satu garda depan dalam menyelamatkan anak-anak dari kerusakan moral, tapi malah sebaliknya,” kata Anggota Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh, Firdaus Nyak Idin, Selasa (30/1) lalu.

Pihaknya berharap agar upaya penelusuran korban dapat diperluas. “Ini perlu dilakukan penelusuran dan asesmen ke berbagai lokasi yang pernah digunakan pelaku berinteraksi dengan anak-anak. Bisa jadi masih ada korban di daerah lain,” tandas Firdaus.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait