Rekomendasi Sebelum Pabrik Semen Berdiri

Rekomendasi Sebelum Pabrik Semen Berdiri
Foto: PM/Oviyandi Emnur

 Masyarakat Muara Tiga dan Batee memberikan sejumlah rekomendasi kepada Semen Indonesia Aceh. Siap menentang jika perusahaan melanggar.

Gejolak pendirian pabrik semen di Laweung memasuki babak baru. Masyarakat di dua kecamatan yang menjadi lokasi pembangunan pabrik oleh PT Semen Indonesia Aceh (SIA)–Muara Tiga dan Batee–bertemu dalam sebuah forum pada 14 Agustus 2017. Di dalam pertemuan bertajuk ‘Duek Pakat Persaudaraan Laweung-Batee (Peulaba)’ yang digelar di Aula Diklat Kabupaten Pidie itu, warga mengusulkan sejumlah rekomendasi mereka untuk PT SIA.

Ada belasan poin penting yang dihasilkan lalu dicatat ke dalam tiga lembar surat bernomor 04/PLB/VIII/2017. Surat ini langsung dilayangkan kepada pimpinan PT SIA dan ditembuskan setidaknya ke 38 instansi di kabupaten, provinsi dan pusat.

Menariknya, pada waktu bersamaan di lokasi lainnya PT SIA ternyata juga sedang mengumpulkan sejumlah geuchik. Tak pelak, berseliweran pula kabar bahwa forum Peulaba tengah melakukan pertemuan tandingan. Hal itu diungkapkan oleh Teungku Adnan Ubat Kareung, salah seorang tim inisiator Peulaba. “Ada rumor yang sengaja dimunculkan bahwa kami ingin melawan PT SIA. Belakangan, begitu keluar hasil dari pertemuan ini, baru mereka tahu bahwa yang kami rekomendasikan adalah hal-hal yang penting menyangkut kondisi masyarakat terhadap aktivitas perusahaan semen PT SIA,” ungkapnya kepada Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.

Sementara itu, kata Adnan, aparat keamanan tampak kalang kabut. Mereka mencurigai apa yang tengah direncanakan dalam pertemuan Peulaba. Namun, kekhawatiran itu dinilai Adnan terlampau berlebihan. “Terbukti di forum tersebut, yang kita bicarakan hal yang wajar-wajar saja,” sahut Adnan. Acara itu semata untuk menyamakan persepsi dalam mewujudkan kawasan industri di kecamatan Muara Tiga dan Batee.

Poin pertama rekomendasi menyatakan, bahwa pada prinsipnya masyarakat mendukung keberadaan pabrik semen PT SIA untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan warga sekitar. Hanya saja itu dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku serta memperhatikan aspek adat dan budaya setempat.

Pada poin berikutnya, masyarakat Muara Tiga dan Batee meminta kepada semua pihak terutama PT Samana Citra Agung (SCA) agar segera menyelesaikan persoalan lahan yang masih dalam sengkarut. “Yang kita inginkan, semua melalui musyawarah dan mufakat, dan perusahaan jangan melakukan upaya-upaya yang dapat meresahkan masyarakat,” ujar Adnan melengkapi bunyi poin rekomendasi tersebut.

Ia mengungkapkan, selama proses pembebasan lahan yang dilakukan PT SCA pada tahun 1990-an silam, masyarakat kerap mendapat intimidasi. Ia tak ingin hal itu terjadi lagi. “Kita berharap pemerintah dalam hal ini proaktif menyelesaikan setiap keluhan masyarakat dan memfasilitasi penyelesaian setiap masalah yang muncul. Sehingga, tidak ada oknum yang berani menekan dan mengintimidasi masyarakat di sekitar perusahaan,” paparnya.

Hal lain, mengenai keberadaan makam ulama di kawasan pabrik semen. Masyarakat mengingatkan PT SIA agar segera mengidentifikasi dan merawat semua makam itu. “Makam tersebut sangat dihormati masyarakat di sini. Di situ bersemayam ulama-ulama yang berperan besar menjaga kehidupan agama di wilayah ini,” katanya.

Selain keberadaan makam, masyarakat juga menolak pengalihan jalan trase Guha Tujoh yang sejak lama direncanakan PT SCA untuk perluasan area pabrik. Selama ini, tutur Adnan, jalan itu menjadi akses terdekat dari Muara Tiga ke Batee. “Nanti aksesnya terhambat karena sudah dialihkan,” ujar Adnan.

Di dalam poin berikutnya juga disebutkan mengenai status Guha Tujoh. Masyarakat meminta agar gua yang telah menjadi cagar budaya setempat tetap dilestarikan. Guha Tujoh sejak lama menjadi kebanggaan daerah. Masyarakat menginginkan PT SIA melibatkan berbagai pihak untuk melakukan kajian ilmiah guna pelestarian cagar budaya itu. “Kalau perusahaan sudah berjalan, susah untuk dibenahi lagi. Makanya kami perjuangkan dari awal, sebelum operasional dilakukan. Karena masalah juga sudah banyak sekali. Kita harap semua pihak yang terlibat punya itikad baik untuk menyelesaikannya,” ujar Adnan.

 

AMDAL DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Meski diketahui dokumen Analisis Masalah dan Dampak Lingkungan (Amdal) dari PT SIA masih dalam tahap adendum, belum nampak tanda-tanda masyarakat bakal dilibatkan dalam proses penyusunannya. Hal itu dibenarkan oleh Munawir Abdullah, warga Gampong Kulee, Batee, yang juga salah seorang tim inisiator Peulaba.

Sejak pekerjaan pembebasan lahan yang dilakukan oleh PT SCA hingga kerjasamanya dengan PT Semen Indonesia yang kemudian melahirkan PT SIA, isi Amdal masih tetap kontroversial. “Soal Amdal, perusahaan tidak terbuka. Baik PT SIA dan PT Samana juga demikian. Seharusnya dalam proses adendum, libatkanlah masyarakat, jangan seperti yang sudah-sudah,” ujar Munawir kepada Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.

Menurutnya, masyarakat perlu mengetahui proses penyusunan Amdal yang dikeluarkan oleh perusahaan. “Bukan persoalan lingkungan saja tapi semua aspek harus dimuat di Amdal. Ini tidak dipublikasi.”

Mewakili masyarakat Gampong Kulee, Munawir sudah berulang kali meminta penjelasan kepada PT SIA. Sayangnya perusahaan belum pernah memberi jawaban tegas. “Mereka (perusahaan) selalu jawab ‘ini sedang masa adendum’, ya tidak masalah tapi libatkanlah masyarakat. Sampai sekarang masyarakat tidak tahu. Soal ini saja tidak tuntas bagaimana dengan yang lain,” ujar Munawir.

Beberapa poin dalam surat rekomendasi tersebut turut memuat soal ini. Pada poin tersebut tertulis, masyarakat meminta PT SIA segera menyiapkan Amdal dan dokumen-dokumen lingkungan lainnya yang diperlukan sebelum memulai pembangunan. “Masyarakat wajib dilibatkan dalam setiap tahap penyusunan sehingga benar-benar sesuai dengan aturan yang berlaku,” tambah Munawir. Ia juga menuturkan, bahwa selama ini pihak perusahaan enggan menyosialisasikan dampak dari aktivitas tambang yang dikerjakannya. Karena itu mereka menuntut perusahaan untuk transparan. “Apabila dampaknya buruk, masyarakat wajib dilindungi dan diberikan hak-hak nya,” tegas Munawir.

Untuk pemberdayaan, PT SIA sebenarnya sudah membentuk lembaga CSR (Corporate Social Responsibility) yang rutin mengadakan penyuluhan. Hanya saja Munawir mengaku, tidak banyak informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai dampak aktivitas perusahaan Semen Indonesia Aceh. “Terutama tidak utuhnya pembentukan Forum Masyarakat Gampong (FMG) yang difasilitasi perusahaan. Meski sudah dibentuk di 11 gampong, masih ada beberapa yang belum terbentuk forum itu,” imbuhnya.

Bahkan, sebelum membangun fasilitas pendukung, sebut Munawir, perusahaan harus mengadakan sosialisasi ke forum tersebut. “Ini FMG belum semua dibentuk, tapi perusahaan terus saja membangun,” katanya.

Menurut Munawir, setiap gampong di kedua kecamatan yang berjarak satu sampai 20 kilometer bakal merasakan dampak dari aktivitas perusahaan. Maka, kata dia, seluruh gampong di kedua kecamatan itu perlu dilibatkan seluruhnya. Salah satu gampong yang belum membentuk FMG yakni Gampong Cot di Kecamatan Muara Tiga. Gampong ini letaknya bersebelahan langsung dengan perusahaan.

Selain itu, kata Munawir, ada beberapa kegiatan pendidikan keterampilan untuk para pemuda gampong. Namun di tempatnya sendiri, Gampong Kulee, mereka tidak dilibatkan. “Dari situ saya melihat PT SIA juga cukup kaku di dalam melakukan sosilisasi dengan masyarakat. Ada empat atau lima tahunlah proses pembangunan (pabrik) ini bisa selesai. Penghijauan apa yang telah disiapkan oleh mereka ini, tidak ada. Belum tentu mereka sebulan sekali ada turun ke lapangan, memberi pemahaman ke masyarakat. Seharusnya ini kan menjadi tugas mereka.”

 

IRIT BICARA

Sementara itu, upaya klarifikasi Pikiran Merdeka kepada PT SIA belum memperoleh jawaban yang rinci terkait responnya terhadap rekomendasi forum Peulaba. Melalui pesan WhatsApp, Humas PT SIA Marjoni pada Jumat pekan lalu hanya memberi penjelasan singkat. “Saya menyampaikan bahwa berdirinya PT Semen Indonesia Aceh tidak terlepas dari keinginan pemerintah untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi, melalui pengembangan industri di wilayah Aceh,” tulisnya.

Selama ini, sambung Marjoni, pemerintah melalui Kementerian BUMN dan PT Semen Indonesia tetap memberi respon positif. “Maka, PT SIA sebagai anak usaha dari Semen Indonesia Group tetap komit mengikuti aturan-aturan dan regulasi yang berlaku dalam proses pembangunan pabrik semen di Kabupaten Pidie,” tutupnya.

Sampai saat ini, belum ada sikap resmi dari PT SIA terkait surat rekomendasi yang dilayangkan Munawir dkk. Pihaknya tak segan-segan bakal turun ke jalan jika tak ada jawaban tegas dari perusahaan. “Kita sedang menunggu bagaimana bagaimana respon perusahaan. Demikian juga respon dari pemerintah, kita berharap negara hadir seratus persen untuk rakyat,” ujar Munawir.[]

 

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Pegadaian Obati Gratis Masyarakat Bireuen
Warga seputaran Kota Bireuen mengikuti pengobatan gratis yang dilaksanakan PT Pegadaian. [pikiranmerdeka.com |Joniful Bahri]

Pegadaian Obati Gratis Masyarakat Bireuen