Tidak terima hasil Pilkada 2017, Mualem-TA Khalid menggugat KIP Aceh ke MK. Sekedar memuaskan konstituen atau menyahuti bisikan eksternal Partai Aceh?
Pemilihan Kepala Daerah Aceh (Pilkada) Aceh pada 15 Februari 2017 telah usai. Pada Sabtu, 25 Februari pekan lalu, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh juga telah menggelar sidang pleno rekapitulasi penetapan dan pengumuman hasil penghitungan suara Pilgub Aceh. Hasilnya, pasangan nomor urut 6 Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah memperoleh suara terbanyak dibandingkan lima pasangan pesaingnya.
Dari total suara sah pemilihan Cagub 2.414.801, pasangan Irwandi-Nova unggul dengan perolehan 898.710 suara. Disusul pasangan Muzakir-TA Khalid memperoleh 766.427 suara. Sementara perolehan suara empat pasangan lain jauh di bawah mereka. Berdasarkan hasil tersebut, Irwandi-Nova unggul dengan selisih suara mencapai 132.283.
Sesuai ruang hukum yang disediakan negara, kubu yang tak puas dengan hasil Pilkada dipersialakan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Ruang tersebut tidak disia-siakan kubu Mualem-TA Khalid. Dengan dalih terjadi kecurangan terstruktur, sitematis, dan masif dalam pelaksanaan Pilkada Aceh, kubu Paslon nomor 5 ini menggugat KIP Aceh ke MK.
Namun, kemungkinan besar gugatan yang mereka daftarkan akan mental di tahap awal. Pasalanya, dengan pemilih 3.434.722 di Pilkada 2017, sengketa Pilkada Aceh hanya akan diproses MK jika selisih suara tak lebih dari 1,5 persen. Hal ini mengacu pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2016 sebagimana perubahan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
UU itu antara lain menegaskan, provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari dua juta sampai dengan enam juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan KPU Provinsi (KIP Aceh).
Tentu kubu Mualem-TA Khalid paham betul bahwa sangat kecil memungkinkan gugatan mareka diproses MK, namun tetap saja tidak mau menyerah begitu saja. Kuat dugaan, mereka sekedar melaksanakan dorongan konsekwensi politik dari bawah. Bisa jadi pula gugatan itu dilatarbelakangi bisikan pihak eksternal Partai Aceh yang menunjukkan komitmen seolah-olah setia berjuang bersama Mualem meski menuai kekalahan di Pilgub Aceh kali ini.
Di sisi lain, patut diapresiasi langkah pihak yang menempuh jalur tersebut. Paling tidak, mereka telah memanfaatkan ruang yang disediakan negara untuk mencari keadialan terkait sengketa Pilkada.
Semua pihak juga diharapkan dapat menerima dengan lapang dada apapun hasil yang diputuskan MK nantinya. Selanjutnya sama-sama kembali ke ikrar siap menang dan siap kalah dalam Pilkada Serentak 2017.[]
Belum ada komentar