Rentetan kekerasan seolah menjadi instrumen pengiring tahapan Pilkada di Aceh. Kerawanan semakin meningkat seiring mendekatnya masa kampanye terbuka dan pemungutan suara.
Tahapan demi tahapan yang dilaksakan KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota tidak pernah sepi dari kegaduhan, mulai konflik regulasi hingga kegaduhan yang berujung protes. Di saat bersamaan, kekerasan yang diduga terkait Pilkada 2017 semakin tidak terhindarkan.
Dalam sepekan terakhir saja, ketenangan Aceh terusik oleh ledakan granat dan insiden penembakan. Meski belum sampai memakan korban jiwa, insiden tersebut memberi sinyal karawanan yang mencederai proses demokrasi di Aceh.
Sasaran tembak atau pelekan granat pun mulai menyasar rumah atau pasko pemenangan kandidat, seperti penembakan rumah Cagub Aceh Tarmizi Karim di Jalan Todak, Gampong Baro, Kuta Alam, Banda Aceh. Dilaporkan, penembakan itu terjadi saat putra Tarmizi, Fahri, hendak membuka gerbang rumahnya untuk memasukkan mobil ke dalam garasi, Rabu (16/11/2016) sore.
Kala itu, Fahri bersama abang iparnya, Dedi Sartika baru pulang bermain bola di Lapangan H Dhimurtala, Banda Aceh. “Fahri sempat terkejut. Namun, kami kira itu suara ledakan petasan, jadi kami langsung masuk ke rumah,” ujar Dedi Sartika saat dijumpai Pikiran Merdeka, Jumat (18/11/2016).
Keesokan harinya, jelas dia, Pengaman Tertutup (Pamtup) Tarmizi menemukan lobang serukuran jempol orang dewasa di pintu gerbang menuju garasi kediaman Tarmizi. Bersamaan dengan itu, ditemukan juga proyektil peluru ukuran 9 mm. Kasus tersebut masih didalami jajaran Polda Aceh.
Selain teror berbau politik, kekerasan dan pengrusakan atribut kampanye muncul di sejumlah daerah. Sebut saja pembakaran bendera Partai Aceh (PA) yang diduga dilakukan simpatisan Partai Nasional Aceh (PNA) di Kembang Tanjong, Sigli, Rabu (2/11/2016) lalu.
Insiden itu diduga berawal dari hasrat balas dendam kubu PNA atas pengrusakan baliho Cagub/Cawagub Aceh Iwandi Yusuf-Nova Iriansyah oleh sekelompok orang di sana. Tidak menerima perlakuan tersebut, di hari yang sama para pendukung Irwandi-Nova merusak dan membakar bendera PA yang terpasang di sepanjang jalan Kembang Tanjong.
Berselang sehari, aksi serupa terjadi di pusat Kecamatan Krueng Sabe, Aceh Jaya. Kali ini pencopotan dan membakar bendera PA diduga dilakukan simpatisan Partai Golkar.
Tak berselang lama, pengrusakan atribut kampanye teradi di Gampong Peunayong, Peukan Baro, Sigli. Dalam kasus itu, satu unit mobil Opel Blazer, milik Sekjend Seuramoe Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah Pidie, Muhammad (41), dibakar orang tak dikenal, Jumat (11/11/2016) (sekitar pukul 05.00 WIB. Akibatnya, mobil bernopol BK 1411 BL yang diparkir di halaman rumah miliknya itu rusak parah.
Aksi tersebut diduga berawal dari pemasangan spanduk pasangan Cagub Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah di pos jaga Jalan Bambi-Lampoh Saka, Peukan Baro, Kamis (10/11/2016). Kabarnya, insiden itu sudah ditangani kepolisian setempat.
Berbagai tindak kekerasan lain (lihat boks) juga umumnya sudah dilaporkan ke pihak kepolisian. Dua kasus di antaranya sedang ditangani Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh.
Ketua Panwaslih Aceh Samsul Bahri mengakui, begitu banyak insiden kekerasan yang diduga berkaitan dengan pelaksaan Pilkada Aceh. “Namun, sejauh ini hanya dua kasus yang sudah kami tangani,” katanya.
Dia menjelaskan, dua kasus tersebut merupakan pengrusakan bendera Partai Aceh (PA) di Kembang Tanjong, Pidie, dan di Aceh Jaya. “Selebihnya, mungkin karena berbentuk tindak pidana mereka (korban) sudah melaporkannya ke pihak kepolisian. Itu (kriminal) memang Tupoksi polisi,” sebut Samsul Bahri.
Untuk kekerasan terkait Pilkada yang terjadi di daerah, ia mengimbau jajaran Panwaslih kabupaten/kota lebih berani dan cekatan dalam mengambil tindakan. “Kalau hanya duduk di kantor menunggu adanya laporan, itu tidak sesuai dengan tugas Panwaslih,” kata Samsul.
Ditegaskannya, Panwaslih siap menindak setiap pelanggaran Pilkada, baik yang dilakukan kandidat maupun para pendukung dan tim sukses pasangan calon. “Jajaran Panwaslih di kabupaten/kota juga harus tegas, sehingga tidak terjadi sengketa Pilkada di kemudian hari,” tandasnya.
CATATAN KELAM
Kalangan aktivis menilai, tidak tertutup kemungkinan serangkaian aksi anarkis lain bakal muncul selama proses suksesi pemilihan kepala daerah di Aceh. “Ini catatan kelam pesta demokrasi di Aceh,” sebut Muazzinah Yakob, Manager Kerjasama Aceh Insitute.
Sejauh ini, Aceh Instite mencatat, tidak kurang dari 20 kasus kekerasan di Aceh terjadi selama tahapan Pilkada 2017 berlangsung. “Polanya beragam, mulai bentrok fisik, pengrusakan atribut hingga kekerasan bersenjata api,” sebut Muazzinah.
Dikatakannya, saat ini tahapan Pilkada memasuki masa kampanye. Fase ini berpotensi menimbulkan gesekan politik antar kubu kandidat. “Selain saat kampanye, kekerasan juga akan teradi saat pemungutan suara nanti. Ini bahkan paling rawan, karena berkumpulnya relawan dari berbagai pendukung kandidat yang ikut mengawal proses pemungutan suara,” katanya.
Karena itu, kekerasan terkait Pilkada wajib mendapat perhatikan serius semua kalangan, terutama pemerintah daerah. “Jangan sampai kekerasan Pilkada kali ini bisa sebanyak tahun 2012 yang mencapai 108 kasus,” katanya.
Saat ini saja, lanjut dia, rumah kandidat sudah berani ditembaki. “Ini tentunya sangat krusial. Apalagi saat kampanye dan pemungutan suara, bahkan hingga usai Pilkada nanti, potensi konflik masih bisa terjadi,” ujar Muazzinah.
Khusus terkait penembakan rumah Cagub Tarmizi Karim, ia menilai insiden itu merupakan sebuah kecolongan dari pihak Polda. “Antara Mapolda dengan rumah korban tidak begitu jauh, kalau polisi lebih peka tentu dapat diantisipasi lebih dini,” katanya.
Ditambah lagi, kejadian tersebut terjadi dalam kota. “Lain halnya kalau di pedalaman yang jauh dari jangkau aparat, tentu dapat dimaklumi,” katanya.
Untuk mengantisipasi kekerasan susulan, Muazzinah mengharapakan pemerintah berperan aktif menanggulanginya, termasuk mengintinsifkan sosialisasi Pilkada Damai dan memberikan pendidikan politik kepada masyrakat. “Pendidikan politik harus menyentuh semua elemen, mulai masyarakat, kandidat, media hingga pihak keamanan,” katanya.
Sebaliknya, tambah Muazzinah, jika pemerintah tidak segera turun tangan maka dikhawatirkan angka kekerasan politik semakin meningkat di masa mendatang. “Tidak tertutup kemungkinan, campur tangan pihak ketiga yang ingin mengobok-obok Aceh akan memanfaatkan momen Pilkada,” tandasnya.[]
Belum ada komentar