Kasus Pajak Bireuen, Muslem Ditahan, Siapa Menyusul?

Barang Bukti Kasus Pajak Bireuen
Barang Bukti Kasus Pajak Bireuen. (Foto IST)

Mantan Bendahara Umum Daerah (BUD) Bireuen Muslem Syamaun ditahan Kejati Aceh terkait dugaan tindak pidana korupsi uang pajak Rp27,6 miliar.  Adakah tersangka lain dalam kasus itu?

Muslem Syamaun akhirnya meringkuk di sel Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Banda Aceh, kawasan Kajhu, Aceh Besar. Dia menjadi tahanan titipan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh selama 20 hari ke depan terhitung sejak 24 Agustus 2016.

Penahanan Muslem dilakukan setelah Kejati Aceh menerima pelimpahan berkas tahap II kasus korupsi pajak Bireuen dari penyidik Polda Aceh. Saat pelimpahan di Kantor Kejati Aceh, Muslem didampingi tim pengacara dari Kantor Advokat Yahya Alisha SH MH dkk.

“Tim penyidik Kejati Aceh dan Kejari Bireuen menahan tersangka selama 20 hari ke depan yang dititipkan  di Rutan Kajhu. Ini untuk kelancaran proses persidangan nantinya,” ujar Kajati Aceh Raja Nafrizal SH yang dihubungi melalui Kasi Penkum/Humas Kejati, Amir Hamzah SH.

Muslem Syamaun terjerat kasus tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Rp15 miliar tahun 2007 dan 2008 sesuai temuan BPK. Menurut perhitungan dan pemeriksaan oleh tim Kanwil DJP Aceh dan telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total kerugian kasus ini mencapai Rp51,3 miliar, yaitu Rp27,5 miliar untuk 2007 dan Rp23,8 miliar untuk 2008. Perhitungan itu termasuk denda dan bunga (belum termasuk 2009). Sementara hasil audit sementara BPKP menyebutkan kerugian negara sekira Rp28 miliar.

Jauh sebelumnya, Sabtu 8 Januari 2011, mantan BUD Pemkab Bireuen itu pernah ditahan di Polda Aceh. Setelah 19 hari mendekam di sel polisi, tepatnya 25 Januari 2011, penahanan Muslem ditangguhkan atas jaminan keluarganya.

Selanjutnya, pada 28 Februari 2011, Polda Aceh melimpahkan Berkas Acara Pemeriksaan tahap pertama kasus itu ke Kejati. Namun, Tim Pidsus Kejati Aceh menyatakan tidak lengkap dan mengembalikan berkasnya ke Polda. Sejak itu, kasus tersebut tidak jelas penuntasannya.

Sempat terendus media, polisi dan jaksa berbeda persepsi dalam menentukan delik hukum untuk kasus pajak Bireuen. Dalam BAP tahap pertama, polisi menjerat Muslem dalam dua delik. Pertama, tersangka dijerat pasal 2, 3 dan 8 Undang-Undang (UU) No.31/1999 yang ubah dengan UU No.20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55, 56 KUHP Jo Pasal 64 KUHPidana. Kedua, tersangka dijerat Undang-Undang No.25/2003 tentang pencucian uang.

Sementara menurut Tim Kejati kala itu, delik tindak pidana korupsi tidak ditemukan pada kasus yang menyeret Muslim Syamun. Jaksa berprinsip, kasus pajak Bireuen adalah tindak pidana pencucian uang. Makanya berkas Muslim dikembalikan lagi ke Polda dengan menyatakan belum lengkap yang didahului surat petunjuk (P-18).

Pihak Kejati menilai, polisi tidak berhak mengusut kasus itu. Alasannya, meski kasus itu masuk pencucian uang, tetapi berhubung uang yang dicuci itu hasil pungutan pajak, maka sesuai UU Pajak yang memiliki kewenangan menyelidikinya adalah Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Hal itu didasarkan pada Pasal 44 ayat (1) UU No.8 Tahun 1981 tentang HAP. UU tersebut menyatakan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya dapat dilakukan oleh PPNS di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.

Sekian tahun berlalu, akhirnya Kejati Aceh menerima pelimpahan tahap dua berkas kasus itu dan Muslem pun harus meringkuk di sel tahanan. Kali ini dia masih saja dijerat dalam dua delik hukum, yakni Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 8 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 64 KUHP. Muslem juga dijerat Pasal 3 Ayat (1) huruf a, b, dan c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 64 KUHP.

TERSANGKA LAIN

Dalam proses pengusutan penyidik Polda Aceh terungkap bahwa sebagian uang pajak itu dipinjamkan kepada sejumlah orang oleh Muslem Syamaun. Setidaknya, 24 nama sempat disebut-sebut sebagai peminjam uang tersebut.

Namun, belakangan 14 nama di antaranya  masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Aceh karena tidak mengembalikan uang itu dan dua kali tidak memenuhi panggilan polisi. “Hingga kini ke 14 orang itu belum mengembalikan uang yang dipinjamkan Muslem Syamaun. Bisa dibilang kami men-DPO-kan mereka, karena tidak mengindahkan panggilan,” kata Kapolda Aceh kala itu, Irjen Pol Iskandar Hasan di aula Machdum Sakti Mapolda Aceh.

Tidak diketahui pasti, apakah mereka sudah mengembalikan uang pajak yang dipinjamkan pada Muslem atau belum? Jika memang masih ada yang belum mengembalikan, akankah mereka menyusul Muslem sebagai tersangka kasus itu? Kita tunggu kelanjutannya![]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Meningkat Tajam, Kasus Kriminal Tahun 2015 di Bireuen
Kapolres Bireuen AKBP M Ali Kadhafi S.IK memberi keterangan pers terkait penanganan sejumlah kasus di tahun 2015. (Pikiran Merdeka/Joniful Bahri)

Meningkat Tajam, Kasus Kriminal Tahun 2015 di Bireuen