Sekenario di Balik Pembahasan Anggaran

Rapat Anggota DPR Aceh (Foto Istimewa)
Rapat Anggota DPR Aceh (Foto Istimewa)

Dugaan ada upaya sistematis meperlambat pengesahan anggaran semakin menguat. Berbagai sekenario dimainkan untuk memuluskan tujuan.

Perkembangan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh 2017 semakin jauh dari harapan. Komitmen bersama antara Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Teungku Muharuddin untuk mengesahkan APBA 2017 pada 17 Januari, tidak terealisasi. Bahkan, hingga Jumat pekan lalu, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) belum diteken oleh Ketua Badan Anggaran DPRA.

Rapat Banggar yang dijadwalkan pada Jumat 13 Januari, batal dilaksankan. Rapat yang ditetapkan akan dimulai pukul 14.30 WIB lagi-lagi gagal karena tak dihadiri oleh satupun pimpinan dewan. Padahal, sejumlah ketua fraksi dan ketua komisi telah hadir di ruangan rapat. Namun, hingga pukul 18.00 WIB, rapat tersebut tak kunjung digelar.

Batalnya Rapar Banggar memastikan jadwal penyusunan KUA-PPAS APBA 2017 yang  telah ditandatangani Teungku Muharuddin pada 4 Januari lalu menjadi berantakan.

Jika dirunut ke belakang, skenario memperlambat pembahasan anggaran ini sudah terlihat jauh-jauh hari. Pihak eksekutif menilai DPRA sengaja memperlambat, namun pihak yang dituding punya pembelaan.

DPRA menginginkan anggaran dibahas hingga 25 Januari 2017. Namun, Plt Gubernur Soedarmo minta dipercepat dan disahkan pada 7 Januari. Namun, permintaan ini tak disanggupi legislatif dengan alasan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) telat menyerahkan draft KUA-PPAS. Mereka bersikeras kesalahan bukan berasal dari mereka. Menurut DPRA, draft baru diserahkan pada 28 Desember 2016.

Faktanya draft tersebut sudah diserahkan pada 20 Desember lalu. Namun, pada 28 Desember Sekretaris Daerah Aceh Dermawan menyerahkan dokumen tersebut kepada Ketua DPR Aceh Teungku Muharuddin. Lalu DPR Aceh menetapkan jadwal pembahasan RAPBA 2017. Pembahasan plafon KUA-PPAS dimulai pada 28 Desember 2016 hingga 25 Januari 2017.

Melihat kondisi ini, Plt Gubernur Soedarmo sempat mewacanakan untuk mem-Pergub-kan APBA 2017, namun keputusan tidak populer ini ditolak kalangan dewan. Akhirnya, setelah lobi antara kedua belah pihak, muncul kata sepakat antara Soedarmo dan Teungku Muharuddin. Mereka bersedia menjadwalkan ulang pembahasan anggaran. Dua pihak menyepakati, pengesahan bersama RAPBA 2017 pada 17 Januari 2017.

Meski kembali terancam molor, Plt Guberbnur Aceh menolak berkomentar lebih jauh. Ia masih melihat perkembangan proses yang terjadi di DPRA. Saat dihubungi Sabtu pekan lalu, Soedarmo mengatakan dirinya masih berdiskusi dengan TAPA dan sejumlah akademisi dan pakar dari berbagai bidang sebagai masukan sebelum memutuskan sikap.

“Mereka (DPRA) hari Senin (16/1/2017) akan mengundang TAPA, akan saya lihat hasilnya apa. Mohon maaf ya sebelumnya,” jawab Soedarmo yang mengaku tengah berada di Lhokseumawe.

Baca: APBA 2017 Tersandra Program Siluman

Ketua DPRA Teungku Muharuddin tak bersedia berkomentar. Ia memilih tak menjawab panggilan telepon Pikiran Merdeka. Pesan singkat yang dikirim pun tak kunjung mendapat jawaban dari politisi Partai Aceh ini.

Sementara itu, salah satu wakil pimpinan DPRA Dalimi mengakui bakal adanya keterlambatan dalam penegsahan APBA. “Kita akui adanya keterlambatan ini. Padahal sudah dijadwalkan dan disepakati bersama,” kata Dalimi, Sabtu pekan lalu.

Menurut dia, keterlambatan karena belum selesai pembahasan di tingkat komisi atau ada pembahasan yang harus diperbaiki. Adanya program yang harus disesuaikan ulang membuat pembahasan di tingkat komisi membutuhkan waktu lebih lama.

Politisi Demokrat ini menyatakan, belum ditekennya KUA-PPAS oleh Ketua Banggar dikarenakan menunggu adanya kesepakatan antara Banggar DPRA dan TAPA. Ia menduga, adanya pergeseran  anggaran di Banggar sehingga belum ada titik temu.

“Jadwal tentu akan bergeser. Ada sebanya, tapi kita tidak tahu, karena semua pembahasannya kan diawali di tingkat komisi, makanya nanti pada saat rapat di Banggar kita baru bisa tahu (penyebabnya).”

Sementara itu, terkait batalnya Rapat Banggar kemarin karena tanpa kehadiran pimpinan, Dalimi beralasan dirinya sedang izin keluar kota. Ia menyatakan sudah minta izin kepada Ketua DPRA. Di sisi lain, ia mengkritisi penentuan jadwal yang seharusnya diputuskan secara bersama-sama.

“Posisi ketua dan wakil ketua kan sama, kita kolektif kolegial. Seharusnya bersama-sama dalam mengambil keputusan. Walaupun dalam perjalanannya ketua merasa lebih punya power, tapi secara aturan kan gak begitu,” sanggahnya.

Kegagalan Rapat Banggar ini adalah rentetan dari sekian banyak persoalan yang membuat pengesahan bakal tak sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Muncul isu tak sedap adanya dana siluman ratusan miliar yang masuk tiba-tiba di tengah pembahasan APBA. Padahal, sebelumnya program tersebut tak tertera dalam KUA PPAS, baik usulan eksekutif sendiri maupun legilslatif.

ANGGARAN SILUMAN

Baca: Dana Siluman Picu Pergub APBA

Belum diketahui pasti berapa penambahan anggaran siluman tersebut. Disebut-sebut dana tersebut mencapai Rp650 miliar hingga Rp1 triliun. Menurut sumber Pikiran Merdeka, dana tersebut tersebar di sejumlah Satuan Kerja Pemerintah Aceh. Akibatnya, pembahasan APBA mandeg. Bukan hanya mendapat penolakan dari Plt Gubernur Soedarmo, namun juga mendapat tentangan dari mayoritas anggota DPRA.

“Sebenarnya salah satu penyebab gagalnya rapat Banggar kemarin karena dipaksa masuknya anggaran ini. Plt Gubernur menolak, namun salah satu pimpinan DPRA dan salah satu oknum di pihak eksekutif tetap memaksa program ini masuk,” ujar sumber yang tak mau namanya ditulis.

Pengamat politik Teuku Kemal Fasya mengatakan faktor tersebut yang mengakibatkan keterlambatan pengesahan APBA. “Potong semua proses lobbying untuk menitipkan proyek seperti yang terjadi selama ini. Itu yang menyebabkan pembahasan RAPBA selalu telat,” kata akademisi Unimal ini.

Selain itu, masih adanya kepentingan dari kekuasaan bayangan yang mampu mengatur dan mengintervensi anggaran juga menjadi problem. Shadow power atau kekuatan bayangan yang disebut Kemal masih mengendalikan penganggaran, juga menjadi persoalan serius.

“Jangan ada lagi shadow power yang mengatur APBA hingga membuat keterlambatan dalam pengesahannya,” sambung Kemal.

Menurut Kemal, mereka berkepentingan menentukan proyek-proyek yang sejatinya bukan kepentingan publik, melainkan kepentingan mereka sendiri. “Adanya kongkalikong pada pola perencanaan yang tersistematis, kalah kuat dengan perencanaan yang berbasi politik. Dan, itu yang membuat pembangunan kita bopeng dan tak terintegarasi,” tutupnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Puluhan Gajah Liar Rusak Kebun Warga di Bener Meriah
Kawanan Gajah Sumatera liar berada di kebun warga di Desa Negeri Antara, Kecamatan Pintu Rime, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Ahad, 10 Februari 2019. ANTARA

Puluhan Gajah Liar Rusak Kebun Warga di Bener Meriah