Gaji ratusan pegawai Rumah Sakit Fakinah tertunggak tiga bulan. Tak kunjung dibayar akibat konflik internal manajemen.
Sejak dua bulan terakhir, jam tidur Ati—bukan nama sebenarnya—sering terganggu. Pikirannya kerap kali terusik. Saban malam ia terjaga untuk memikirkan sumber belanja keluarganya. Pendapatan suaminya sebagai wiraswasta terkadang tak menentu. Jika Ati tak ikut menyangga, biaya hidup untuk mereka dan tiga buah hatinya, tidak ada yang menanggung.
Namun, sejak Oktober lalu pendapatan Ati nihil. Karyawan di Rumah Sakit Fakinah, Banda Aceh, ini belum menerima sepeser pun gaji dari tempatnya bekerja itu. “Saya tidak tahu kenapa gaji saya ditahan. Sedih, Bang. Selama ini anak saya selalu merengek karena tidak dibawa main di akhir pekan seperti biasanya,” ujarnya Jumat pekan lalu.
Ati adalah dokter senior di rumah sakit tersebut. Sepuluh tahun sudah perempuan ini berdinas di Fakinah. Tugasnya, mendata dan melayani pasien. Ati mengaku tak pernah sekalipun menunda-nunda pekerjaan yang menjadi kewajibannya itu. “Saya sudah lakukan semua kewajiban saya. Tapi kok hak saya ditahan. Biasanya saya bisa mengandalkan jatah (gaji) di awal bulan. Sekarang saya harus mengutang kemana-mana. Kredit yang saya ambil terus menunggak,” imbuhnya. Di luar jam kerja, Ati tidak membuka tempat praktik. Ia memang mengandalkan pendapatan dari Fakinah.
Soal gaji tertunda bukan tak pernah ia tanyakan kepada atasannya. Ati selalu menayakan haknya itu di setiap ada pertemuan dengan manajemen rumah sakit. Namun, jawaban yang ia dapatkan tak pernah pasti. “Kami selalu disuruh sabar. Sementara gaji kami hingga Desember ini belum dibayar,” pungkasnya.
Tertunggaknya gaji tak hanya menimpa Ati. Hal serupa juga dirasakan oleh 249 pegawai lain yang terdiri dari perawat, dokter umum dan dokter spesialis. Mereka harus rela bekerja tanpa menerima jasa medis selayaknya. “Saya dan kawan-kawan juga merasakan hal itu. Jadi kami tidak tahu harus menyikapinya bagaimana lagi,” ungkap seorang perawat yang juga enggan menyebutkan namanya. Alasan si perawat tak mau namanya dipublikasi karena takut diputuskan kerja oleh manajemen rumah sakit.
Wanita berumur 28 tahun itu mengaku begitu kesal dengan kejadian yang menimpanya bersama ratusan awak medis dan karyawan lainnya. Akibat tertunggaknya gaji, ia juga mulai kewalahan. Dua bulan terakhir ia hanya mengandalkan tabungan yang jumlahnya tak seberapa. Ia kian gundah karena tabungan makin menipis.
Akibat terlalu lama menunggu tanpa kepastian, ratusan pegawai yang tertunggak gaji itu kemudian sepakat mogok kerja. Aksi memprotes manajemen Fakinah itu mereka lakukan pada Selasa, 20 Desember 2016. Para pegawai berkumpul di halaman rumah sakit yang terletak di kawasan Geuceu Iniem, Banda Aceh tersebut. Para pemogok kerja meminta Direktur Rumah Sakit Fakinah dr M Saleh Suratno datang menemui mereka. “Saat itu, kami bukan tidak pro terhadap manajemen rumah sakit. Kami hanya ingin memperjelas kapan jasa kami akan dibayar,” ujar seorang perawat yang lain.
Namun, tak semua pegawai ikut mogok kerja. Beberapa perawat yang sedang piket tetap bertugas seperti biasa. “Ini buktinya. Saat itu kami tidak semua mogok kerja. Tetap ada beberapa orang yang melaksanakan tugas mereka sebagaimana mestinya,” ujar seorang perawat bernama Dahlia–juga nama samaran.
Keterangan Dahlia, kekesalan mereka terhadap manajemen rumah sakit tidak hanya terjadi kali ini saja. Dia bersama belasan rekannya sempat merasakan hal yang sama pada tahun sebelumnya saat direktur rumah sakit masih dijabat dr Syamaun Ibrahim. “Bedanya, saat itu kami kesal karena gaji kami tidak naik-naik. Padahal saya sudah lama bekerja di sini. Kalau sekarang, kami tidak dapat menolerirnya lagi. Gaji kami malah tertunda,” ungkap perempuan berkulit kuning langsat ini.
Kepala Keuangan Rumah Sakit Fakinah, Dina Andriana, mengatakan tertundanya jasa paramedis sejak Oktober hingga Desember 2016 disebabkan karena beberapa hal pelik melanda tubuh manajemen. Saat ini, kata Dina, sedang terjadi konflik internal antara direktur baru Saleh Suratno dengan pimpinan lama yang pernah dikelola Yayasan Teungku Fakinah.
Sebelumnya, pada April 2011, Saleh Suratno diberhentikan dari jabatan Direktur Rumah Sakit Teungku Fakinah dan Akademi Perawatan Teungku Fakinah. Saleh tak terima. Ia menempuh jalur hukum dengan menggugat surat keputusan pemberhentian yang dikeluarkan Siti Maryam Ibrahim sebagai ketua yayasan. Gugatan ini dimenangkan Saleh di Mahkamah Agung pada 11 Oktober 2016.
Mahkamah kemudian memutuskan Siti Maryam untuk membayar ganti rugi materiil dan immateriil kepada Saleh Suratno. Mahkamah juga menghukum istri mantan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan itu mengembalikan penguasaan atau kepengurusan rumah sakit dan Akper Teungku Fakinah kepada Saleh Suratno. Maryam juga diminta mahkamah tidak melakukan gangguan-gangguan yang dapat merugikan operasional rumah sakit dan akademi tersebut.
Menurut Dina, kubu lama ingin menguasai kembali kepemimpinan rumah sakit tersebut. Beberapa hari setelah aksi mogok para pegawai, apa upaya “kudeta” yang dilakukan segerombolan orang dari kubu pimpinan lama. Rabu pekan lalu, puluhan orang datang merangsek rumah sakit. “Saat itu kami didatangi mereka dengan membawa linggis. Mereka merusak ruang kepegawaian dan mencongkel pintu kaca ruang direktur dengan obeng,” ujar Dina. Salah seorang di antarnya adalah Mirza Irwansyah, Ketua Pengurus Yayasan Teungku Fakinah.
Tak hanya merusak beberapa fasilitas, ujar Dina, kedatangan puluhan tokoh elit pimpinan lama juga untuk menguasai kembali tampuk kepemimpinan rumah sakit. Mereka, kata Dina, juga tidak mengakui eksekusi jabatan yang diputuskan Mahkamah Agung. “Salah satu dari mereka meneriaki agar seluruh pihak manajemen lama untuk masuk ke ruang-ruang administrasi yang sebelumnya mereka huni,” ujar Dinas.
Saat itu, manajemen yang baru langsung melaporkan insiden itu ke Kepolisian Resor Kota Banda Aceh. Beberapa polisi, kata Dina, kemudian tiba di rumah sakit untuk mengamankan lokasi. Polisi kemudian meminta puluhan orang yang datang tersebut untuk meninggalkan lokasi.
Teuku Yusrizal, kuasa hukum Yayasan Teungku Fakinah membenarkan kedatangan puluhan orang ke rumah sakit tersebut dengan membawa linggis. “Saya juga ikut hari itu,” ujarnya lewat telepon seluler, Jumat pekan lalu.
Kedatangan mereka, kata dia, untuk mengambil alih tampuk kepemimpinan rumah sakit yang dianggap masih menjadi milik yayasan. “Ini bukan sebuah kudeta, wajarlah kami ambil alih karena punya sendiri,” ujar Yusrizal.
Selain insiden tersebut, Dina mengaku kas keuangan rumah sakit sedang minus. Dina menuding manajemen lama menguras habis seluruh isi kas. Akibatnya, kata dia, manajemen kewalahan mencari sumber dana untuk membayar gaji pegawai dan keperluan operasional rumah sakit.
Sebelum Saleh Suratno menjabat direktur lagi, kata Dina, sejak Agustus hingga Oktober 2016, pendapatan rumah sakit masih dapat diandalkan melalui dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS baik dari rawat inap maupun rawat jalan. Pada Agustus, kata Dina, pendapatan rumah sakit tercatat Rp2,1 miliar. Sementara pada September, pendapatan menjadi Rp1,9 miliar. Lalu pada Oktober, kata Dina, jumlahnya menurun menjadi Rp1,8 miliar.
“Saat Pak Saleh menjabat, kas kami sudah kosong. Selama ini kami hanya mengandalkan pendapatan dari lima persen pasien umum yang datang berobat. Sementara sembilan puluh lima persen pendapatan dari BPJS sejak Oktober-Desember 2016 sudah dicairkan ke rekening yayasan. Masalahnya, mereka tidak mau memberikan uang itu kepada kami,” pungkas Dina.[]
Belum ada komentar