Presiden Joko Widodo memutuskan rehabilitasi pasca gempa di Aceh dilakukan langsung Pemerintah Pusat. Presiden beralasan, pemerintah di Aceh sedang sibuk mempersiapkan Pilkada serentak pada 2017.
Keputusan itu disampai Jokowi dalam rapat kabinet terbatas mengenai penanganan bencana gempa Aceh di Kantor Presiden, Jumat 16 Desember 2016. “Mengingat ada pelaksanaan Pilkada yang berjumlah 21 daerah di Aceh, maka penanganan rekonstruksi, rehabilitasi akan dilakukan secara langsung oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” jelas Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dalam keterangan pers.
“Semua pembangunan infrastruktur, apakah itu rumah, jalan raya, pasar, sekolah dan berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial, diserahkan ke Kementerian PU dan Perumahan Rakyat,” sambungnya.
Mengenai anggaran, Pramono mengatakan sudah ada kesepakatan dengan Menteri Keuangan. “Jadi nanti mekanisme keuangannya mudah-mudahan tidak ada masalah di kemudian hari,” jelasnya.
Dikatakannya, dalam menjalankan tugas tersebut pihak Kementerian PU dan instansi terkait dibekali surat dari Presiden. “Kami atas perintah bapak Presiden telah mengirim surat kepada Menteri PU Perumahan Rakyat dan menteri terkait agar mereka mempunyai pegangan segera melaksanakan,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Kamis (15/12/16) dalam siaran persnya menyatakan, masa tanggap darurat tetap berlaku selama 14 hari sejak kejadian gempa yaitu 7-20 Desember 2016.
Evaluasi penanganan terus dilakukan setiap hari dari masing-masing klaster nasional seperti klaster pengananan pengungsi, kesehatan, logistik dan lainnya. Presiden RI, kata dia, terus memantau perkembangan penanganan tanggap darurat.
Dia menyebutkan, hingga Kamis (15/12/2016), tercatat 103 korban meninggal gempa akibat gempa bumi di Aceh yaitu 96 orang di Pidie Jaya, 2 orang di Pidie, dan 5 orang di Bireuen.
“Sedangkan 7 korban belum dapat diidentifikasi karena korban bukan warga lokal yang berkunjung ke Pidie Jaya saat kejadian gempa dan tertimbun bangunan roboh,” ujarnya.
Dia menambahkan, dari 103 korban meninggal dunia, 96 ahli waris telah menerima santunan duka cita dari Pemerintah sebesar Rp15 juta per korban. Sisanya untuk 7 korban meninggal yang saat ini masih dilakukan identifikasi untuk diberikan santunan oleh Kementerian Sosial.
Baca: Kuasa Jakarta Bencana Pidie Jaya
Ia merincikan, korban luka sebanyak 700 orang yaitu 168 luka berat dan 532 luka ringan. Santuan korban luka berat semuanya telah diberikan santunan kepada korban luka berat.
Pemerintah menggratiskan biaya pengobatan korban luka akibat gempa. Pendataan rumah terus dilakukan secara cepat. Data sementara rumah rusak yang dilaporkan ke Posko Utama di Pidie Jaya terus bertambah.
Kementerian PU dan Dinas PU disertai beberapa ahli bangunan dari ITB dan Unsyiah terus mendata tingkat kerusakan bangunan. Data rumah rusak sementara adalah 16.238 unit yaitu 2.536 rusak berat, 2.473 rusak sedang, dan 11.329 rusak ringan.
Sutupo menegaskan, rumah rusak yang telah diverifikasi ditetapkan oleh Bupati. Sementara pihaknya tak menunggu semua pendataan rumah selesai, demi mempercepat penyaluran bantuan stimulan perbaikan rumah kepada masyarakat. Namun akan diperbarui setiap hari.
“Per hari di-SK-kan bupati, kemudian BNPB menyalurkan bantuan Rp40 juta per rumah rusak berat dan Rp20 juta per rumah rusak sedang-ringan. Ini adalah mekanisme yang baru dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam penanganan bencana,” ujarnya.
Dia menerangkan, sebelumnya pemerintah menunggu semua verifikasi selesai baru di SK-kan dan disalurkan bantuan. Tapi saat ini sesuai arahan Presiden dilakukan bertahap sesuai hasil verifikasi harian.
“Cara ini akan lebih cepat. Sebab berdasarkan pengalaman sebelumnya mekanisme penetapan rumah rusak selalu memerlukan waktu lama karena jumlah rumah terus membengkak.”
Sedangkan jumlah pengungsi menjadi 85.161 orang, yaitu Pidie Jaya 82.122 orang, Pidie 1.295 orang dan Bireuen 1.324 orang. Semua pengungsi di Bireuen menumpang pada kerabatnya.
Sebagian besar pengungsi membangun tenda atau barak di sekitar lingkungan rumahnya. Meskipun rumahnya roboh atau rusak berat, umumnya pengungsi nyaman tinggal di tenda dekat rumahnya sambil mengawasi harta miliknya daripada ditempatkan di pengungsian.
Baca: Di Balik Dua Kunjungan Jokowi
“Secara umum penyaluran bantuan dan logistik mencukupi. Bantuan terus berdatangan. Penanganan berjalan dengan baik. Peran pemerintah, pemda, NGO, relawan dan masyarakat sangat nyata membantu korban bencana gempa di Aceh,” jelas Sutupo.
Menurut catatan Kemensos RI, per 15 Desember 2016, setidaknya 96 ahli waris dari korban jiwa gempa Aceh telah menerima santunan kematian dari pemerintah, sejumlah Rp15 juta/jiwa. Sisanya tujuh keluarga lagi belum menerima bantuan karena Kemensos masih memverifikasi ahli waris.
Mensos Khofifah Indar Parawansa, menyebutkan, santunan juga diberikan kepada 153 korban luka berat yang masing-masing menerima santunan Rp5 juta. “Angka tersebut bisa saja kembali bertambah sesuai situasi kondisi di lapangan,” katanya, Jumat (9-12-2016).
Setidaknya, tambah dia, Pemerintah melalui Kementerian Sosial telah mengeluarkan dana bantuan sosial (bansos) untuk korban gempa Aceh 7 Desember 2016 sebesar Rp5,48 miliar. Bantuan sosial tersebut telah disalurkan sejak hari kejadian.
Dia merincikan, bantuan terbagi dalam sejumlah sub bantuan, antara lain bantuan logistik Rp2 miliar, santunan korban Rp2,2 miliar, bantuan sandang Rp110 juta, bantuan peralatan sekolah Rp75 juta, dan bantuan tool kit psikososial sebesar Rp115 juta.
Sekretaris Daerah Provinsi Aceh Dermawan, menyatakan, berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan sejumlah SKPA pada Rabu (7-12-2016) malam di Pendopo Gubernur Aceh, Pemerintah Aceh mengalokasikan anggaran masa tanggap darurat Rp10 miliar lebih.
Anggaran tersebut, menurut Kepala Biro Humas Setda Aceh, Frans Dellian, bersumber dari APBA yang dikelola oleh Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) untuk menyalurkan bantuan selama masa tanggap darurat bencana.
“Jika nanti masa tanggap darurat diperpanjang atau langsung ke masa rehab-rekon, dananya akan ditambah lagi,” katanya kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (17-12-2016).
Sementara di luar bantuan dari Pemerintah Aceh tersebut, lanjut dia, bantuan dalam bentuk dana dan kebutuhan lainnya juga diserahkan oleh instansi lain, seperti Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Sosial Aceh, Dinas Bina Marga Aceh, dan Dinas Cipta Karya Aceh. Belum lagi bantuan dari seratusan donatur.
Rp250 M SIAP PAKAI
Kepala BNPB Willem Rampangilei menyampaikan anggaran penanganan bencana yang disediakan Kementerian Keuangan tahun ini adalah Rp2 triliun. Dari angka itu, sebanyak Rp250 miliar bersifat siap pakai untuk penanganan bencana di Pidie Jaya, Aceh.
“Rp250 miliar itu siap pakai atau on call,” ujar Willem usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jumat, 16 Desember 2016 yang dilansir dari tempo.co.
Willem melanjutkan segala persetujuan terkait penggunaan anggaran itu harus melalui BNPB. Sebab, BNPB bertanggungjawab atas proses pendataan dan verifikasi dampak bencana gempa di Pidie Jaya yang mencapai 6,5 skala richter.
“Nanti ada tim legal untuk itu, membantu orang yang di daerah. Mereka melakukan verifikasi dan perhitungan,” ujar Willem.
Willem menambahkan pemerintah pun sudah menentukan jadwal atau tenggat waktu terkait pencairan anggaran penanganan bencana itu. Sebagai contoh, pencairan anggaran perbaikan rumah warga yang rusak berat harus menyesuaikan dengan tenggat waktu verifikasi kerusakan rumah yaitu 30 Desember 2016.
Ditanyai apakah anggaran penanganan bencana itu bersifat universal alias bisa digunakan untuk penanganan apapun di Aceh, Willem mengiyakan. Namun, tiap hal yang akan didanai sudah memiliki plafon atau perhitungannya masing-masing.
Sebagai contoh, untuk perbaikan rumah yang rusak berat akibat gempa, masing-masing pemilik rumah akan menerima Rp40 juta. Angka itu, kata Willem, tidak memandang nilai asli dari rumah yang rusak. Dengan kata lain, meski rumah yang rusak bernilai Rp100 juta, besar uang yang diterima tetap Rp40 juta.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono membenarkan semua persetujuan penggunaan anggaran penanganan bencana harus melalui BNPB. Dan, hal itu berlaku untuk perbaikan apapun mulai dari pasar, sekolah, kantor, hingga rumah.
Meski tidak bertanggungjawab atas anggaran penanganan bencana, Basuki menyatakan Kementeriannya akan tetap memiliki peranan dalam penanganan bencana. Salah satunya, kata Basuki, membantu rekonstruksi bangunan atau rumah yang rusak agar nantinya lebih kuat.
“Sekolah nanti harus tahan gempa. Konstruksi sudah diuji coba pasca tsunami dulu,” ujarnya menegaskan. Basuki menambahkan kementeriannya juga akan berperan mengkoordinir pembersihan wilayah dari puing-puing akibat gempa sebelum pembangunan bangunan dimulai kembali.[]
Belum ada komentar