Kuasa Jakarta di Bencana Pidie Jaya

Masjid Tgk Di Pucok Krueng di Pidie Jaya roboh akibat gempa Foto OVIYANDI EMNUR
Masjid Tgk Di Pucok Krueng di Pidie Jaya roboh akibat gempa Foto OVIYANDI EMNUR

Pemerintah Pusat mengambil-alih rehabilitasi Pidie Jaya pascagempa. Bukti ketidakpercayaan Jakarta terhadap Pemerintah Aceh atau demi succes fee melimpah atas dana takziah korban bencana?

Jakarta kembali memperlihat sebuah ejekan terhadap Pemerintah Aceh. Penanggulangan pascagempa Pidie Jaya diambil-alih Pemerintah Pusat. Padahal, musibah tersebut berstatus bencana provinsi.

Persoalan itu memicu berbagai persepsi. Sebagian kalangan mengapresiasikan langkah Presiden Jokowi. Pengambil-alihan rehabilitasi Pidie Jaya dinilai sebagai bentuk keseriusan Pemerintah Pusat dalam membangun kembali Aceh pascagempa berkekuatan 6,5 SR.

Sebagian lainnya menilai, upaya itu sebagai bentuk ketidakpercayaan Jakarta terhadap Pemerintah Aceh. Sebab, bencana skala provinsi, lazimnya ditanggulangi sendiri oleh pemerintah provinsi meski harus mengelola dana APBN dan donasi pihak-pihak lain, termasuk bantuan luar negeri.

Karena itu, pengambil-alihan tersebut dinilai sebagai tamparan terhadap Pemerintah Aceh. Alasan bahwa pemerintah di Aceh sedang disibukkan dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 juga terkesan mengada-ada.

Memang, 20 kabupaten/kota di Aceh—tidak termasuk Pidie Jaya—sedang malaksanakan pemilihan kepala daerah, ditambah pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Namun, kondisi itu dipastikan tidak mengganggu proses rehebalitasi pascagempa andai dipercayakan kepada pemerintah di Aceh.

Jangan-jangan, keputusan rehabilitasi pascagempa di Aceh dilakukan langsung Pemerintah Pusat sebagai bentuk kerakusan Jakarta dalam mengelola proyek di daerah. Kecurigan itu mulai mengemuka di kalangan tokoh masyarakat Aceh. Sampai-sampai, wartawan senior yang juga budayawan di Aceh, Barlian AW menulis perihal tersebut di akun facebook miliknya.

“Kalah dan menang Indonesia dalam sepakbola, rehab-rekon kerusakan akibat gempa Pidie Jaya tetap diambil-alih Jakarta. Ini rezeki besar seperti BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias) dulu, mulai dari APBN sampai bantuan luar negeri,” tulis Barlian AW.

Menurut dia, pengambil-alihan tersebut merupakan hasil kunjungan para pembesar negeri ke lokasi bencana silih berganti. “Seolah mereka peduli, kita bergembira dan memuji-muji. Kita tak melihat ada transaksi. Pengusaha dan pekerja kita akan gigit jari,” lanjutnya.

Barlian juga mempertanyakan alasan yang disampaikan Pemerintah Pusat. “Jika alasannya Aceh sibuk dengan Pilkada, rasanya ini mengada-ada. Pilkada dilaksanakan oleh KPU/KIP, Panwaslu, dan partai politik. Sementara rehab-rekon tugas instansi lain sesuai Tupoksi,” ungkapnya.

Kalau gempa Pidie Jaya menyandang status bencana nasional, tentu hal itu dapat dimaklumi. Karena itu, barangkali harus dipikir ulang dan diamati—soal ambil-alih rehab-rekon. Berhubung gubernur dan Wagub sementara sedang cuti, maka menjadi tugas DPRA untuk bersuara menyangkut persoalan ini.

Barlian mengingatkan, bahwa Aceh sanggup dan ikhlas membangun kembali Pidie Jaya. “Aceh tidak boleh kehilangan momentum berkali-kali,” tulisnya, mengingatkan.

Boleh jadi, konsisi ini bagian dari upaya Jakarta menunjukkan kekuasaannya atas daerah. Menjadikan Jakarta sebagai tempat mengatur proyek bagi daerah, tempat membagi-bagikan fee atas proyek itu, tempat orang daerah harus memberi hormat, memberi sangu hingga menyembah-nyembah agar hak daerah tidak dikebiri Jakarta.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait