Pat Gulipat Dana Pemberdayaan Masyarakat Lueng Bata Banda Aceh

Mesjid Lueng Bata Foto PM__Dofa Aliza
Mesjid Lueng Bata Foto PM__Dofa Aliza

Berbagai dugaan penyimpangan ditemukan Inspektorat Banda Aceh dalam pengelolaan dana pemberdayaan masyarakat di Kemukiman Lueng Bata. Dari tunggakan pinjaman hingga dugaan pengelapan anggaran.

Dalam laporan No.700/106/LPH/2015, Inspektorat Kota Banda Aceh membeberkan sejumlah temuan pada program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kemukiman (PEMK) Lueng Bata. Dari anggaran yang dikucurkan untuk tiga program PEMK, total tunggakan dana mencapai Rp344 juta. Yakni program penggemukan sapi senilai Rp216 juta, tunggakan 25 modal usaha Rp93 juta, dan tunggakan dua unit koperasi Rp35 juta.

Selain itu, ditemukan sisa dana pengelola teratak senilai Rp13 juta sejak April 2008 hingga Mei 2015 yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ketidakjelasan keberadaan uang sisa tersebut disinyalir karena pengurus tidak transparan dalam membuat pelaporan anggaran itu.

Kemudian dana PEMK Rp75 juta juga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dana itu terdiri dari saldo bank Rp47 juta yang dipegang oleh Ketua PEMK dan saldo kas Rp27 juta dipegang oleh bendahara. Jangankan dipertanggungjawabkan, Bendahara Unit Pemberdayaan Kemukiman (UPEK) PEMK Mukim Lueng Bata pun hingga kini tak jelas keberadaannya. (Baca: Dana Wakaf dan Pembangunan Masjid Jami’ Lueng Bata)

Anggaran itu diplotkan untuk pemberdayaaan ekonomi masyarakat di Kemukiman Lueng Bata yang membawahi sembilan gampong, yakni Gampong Lamdom, Cot Mesjid, Batoh, Lueng Bata, Blang Cut, Lam Paloh, Sukadamai, Panteriek, dan Lamseupeung.

Keuchiek Lueng Bata Mansur yang ditemui Pikiran Merdeka, mengakui adanya temuan Inspektorat itu. Namun ia menolak memberi informasi menyangkut sejumlah dugaan penyimpangan dana tersebut.

“Saya cuma sekedar tahu dengan dana pemberdayaan di Kemukiman Lueng Bata. Tapi saya tidak mengerti proses pengelolaannya karena saat itu saya belum menjabat sebagai keuchiek dan masih kerja di Sabang,” sebut Mansur, di ruang kerjanya, Jumat 29 April 2016.

Sejumlah keuchiek lainnya menolak memberikan keterangan menyangkut pengelolaan dana itu. Lebih-lebih terkait temuan Inspektorat. Sementara Imum Mukim Lueng Bata H Mukhtar Hasan mengakui memang terdapat sejumlah temuan dalam pemeriksaan Inspektorat Banda Aceh terhadap pengelolaan dana PEMK Lueng Bata.

Namun, kata dia, dari tiga temuan hanya satu lagi yang belum diselesaikan oleh masyakarat Lueng Bata, yakni pertanggungjawaban PEMK kepada Mukim dan Camat Lueng Bata. “Hanya tinggal dana PEMK saja yang belum beres,” sebut Mukhtar. 

Dia menjelaskan, dana PEMK tersebut dikucurkan Pemerintah Aceh kepada 23 kabupaten/kota yang ada di Aceh sejak 2008. Program itu dikhususkan untuk pemberdayaan terhahap ekonomi masyarakat di tingkat kemukiman.

Menyangkut temuan Inspektorat di kemukimannya, papar Mukhtar, saat ini dalam tahap penyelesaian dan proses mediasi oleh Camat Lueng Bata. “Saat ini sudah mencapai tahapan untuk penagihan terhadap pinjaman masyarakat yang meminjam dari Unit Pemberdayaan Ekonomi Kemukiman (UPEK),” katanya.

Sementara dana sebesar Rp13 juta hasil temuan Inspektorat, kata dia, merupakan dana teratak selama lima tahun terakhir. “Dana ini masih ada dan masih tersimpan di rekening UPEK,” sebutnya. (Baca: Polisi Usut Dugaan Korupsi Dana Desa Rp1 Miliar)

Dia menjelaskan, dana Rp13 juta tersebut merupakan bagian dari kerja penggurus UPEK yang diatur berdasarkan petunjuk dari Badan Pemberdayaan Masyakarakat (BPM) Provinsi Aceh. Sementara dana kemukiman dikelola oleh pelaksana penggurus PEMK.

Mukhtar juga membantah pernyataan Inspektorat perihal keberadaan bendahara UPEK yang tidak diketahui. “Mana mungkin yang bersangkutan tidak kita diketahui keberadaannya, itu sangat tidak mungkin,” tandas Imum Mukim berumur 70 tahun ini.

Senada dikatakan Camat Lueng Bata Iqbal Rokan SSTP. Dia mengakui adanya dugaan penyelewangan dana PEMK Lueng Bata, namun beberapa persoalan sudah diselesaikan dengan pihak terkait.

Dikatakannya, ada beberapa laporan dana PEMK yang tidak jelas pertanggung jawabannya. “Karena itu, kita memediasi para pengurus PEMK untuk memecahkan persoalan tersebut,” ungkap Iqbal.

Dia berharap, permasalahan itu segera diselesaikan oleh pihak yang bertangungjawab dan dibuktikan dengan membuat laporan pertanggungjawaban  kepada Inspektorat Kota Banda Aceh.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Ini Risiko Lingkungan dari Pembangunan PLTA Tampur
Dok. 27 Oktober 2018, Aksi warga yang diwakili oleh Kepala Desa, Datok, Geuchik di Kecamatan Simpang Jernih sepakat untuk menolak PLTA Tampur-1. (Foto/Ist)

Ini Risiko Lingkungan dari Pembangunan PLTA Tampur