PM,BANDA ACEH – Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin,SH menilai kegelisahan Partai Aceh (PA) terhadap Judicial Review pasal 205 Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) terlalu didramatisir. Ia pun menilai seakan-akan hanya PA yang memperjuangkan kekhususan Aceh.
“Kalau yang dikatakan itu memperjuangkan kewenangan Aceh kami rasa memang benar dan itu berbeda dengan yang kami lakukan selama ini. Kami tidak memperjuangkan kewenangan Aceh tapi memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat aceh,” ujar Safaruddin Kepada Pikiran Merdeka, Rabu malam (28/10/15).
Menurut Safaruddin, kewenangan yang dimaksud oleh PA hanya dinikmati oleh kalangan elit saja, Semantara rakyat di biarkan menderita. Atas kegelisahan PA itu, ia pun mempertanyakan peran PA saat YARA memperjuangkan agar pemerintah Aceh membentuk Komisi Klaim yang di perjanjian dalam point 3.2.6 MoU Helsinki. Dimana, Komisi Klaim itu nantinya dapat memberikan keadilan bagi korban konflik Aceh.
“DPRA dan pemerintah Aceh juga Wali Nangroe yang menandatangani MoU malah meberikan perlawanan di pengadilan ketika kami meminta agar mereka membentuk komisi Klaim,” ujar Safaruddin.
Begitu juga saat mereka mengadvokasi kasus Din Minimi, Safaruddin mempertanyakan peran PA. Sebagai mantan kombatan, Din Minimi merasa tidak diperhatikan sehingga harus kembali angkat senjata untuk menuntut keadilan.
“Apakah Fraksi Partai Aceh pernah memberikan dukungan? Malah ketua DPRA yang juga dari PA meminta polisi untuk memburu mereka,” ujarnya lagi
Baca Juga: Kautsar Sebut YARA Sebagai Pengkhianat Rakyat Aceh
Kemudian, Safaruddin kembali mengkritisi PA yang disebutnya tidak peduli atas nasib salah satu anak miskin untuk mendapatkan alat bantu dari RSUZA. Ia mengatakan YARA sampai menggugat RSUZA dan BPJS Kesehatan.
“Apakah DPRA perduli terhadap mereka? Bahkan semua yang kami lakukan sebelum menempuh langkah hukum selalu kami surat DPRA atau Gubernur, tetapi tidak mendapat respon. Kami saja tidak direspon apalagi rakyat. Sekalang baru bicara perjuangan, apa tidak salah?” tanya Safaruddin.
Menurutnya, jika Ketua Komisi I DPRA Abdullah Saleh menilai aneh apa yang mereka perjuangkan untuk rakyat Aceh saat ini aneh, maka pihaknya malah menilai Ketua Komisi I yang aneh karena tidak melihat perjuangan keadilan yang dilakukan YARA.
“Harusnya sebagai wakil rakyat lebih peka dengan apa yang dirasakan oleh rakyat. Untuk itu kami sarankan kepada saudara Abdulah Saleh untuk sering sering mengunjungi masyarakat agar tidak merasa aneh ketika rakyat bertindak,” katanya.
Dalam permasalahan status kewarganegaraan Niazah A Hamid, istri Gubernur Aceh yang masih berstatus warga negara asing, YARA mempertanyakan sikap Kapolda Aceh yang tidak mengusut kasus tersebut.
“Kenapa Kapolda hanya diam saja. Disini kami mensinyalir adanya politik balas budi Kapolda kepada Gubernur. Belum lagi kasus kasus lainnya yang pernah mencuat dan meyeret nama Gubernur, tetapi Kapolda tidak bergening. Berbeda dengan jika pelakunya bukan dari Gubernur dan lingkarannya,” gugat Safar.
Menurut YARA, selama ini peran Niazah selaku istri Gubernur Aceh yang menggunakan fasilitas dan mencampuri kegiatan negara, dapat membahayakan keamanan nasional karena berhubungan dengan rahasia negara.
“Jadi perlu kami tegaskan bahwa YARA selama ini selalu komit memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat aceh, karena pengabaian terhadap itu merupakan penghianatan yang nyata bagi rakyat aceh,” tegas ketua YARA, Safaruddin.
[PM006]
Belum ada komentar